MY BLOG

head

head 2

ALL ABOUT ME

My photo
BANDUNG, JAWA BARAT, Indonesia
LENGKAPNYA DIONISIUS KRIS DE YANTO AKA RANGGA (A.K.A CRISS DHYON RANGGA) PERUBAHAN NAMA INI MENCERMINKAN PERUBAHAN HIDUPKU YANG DULUNYA TIDAK TAHU APA-APA DAN SEKARANG MENJADI SESEORANG YANG CEPAT TANGGA[P AKAN SESUATU YANG BARU

13agustus

13agustus3

Saturday, December 16, 2017

FAKTOR-FAKTOR YG MEMPENGARUHI BA SUATU OBAT/ PRODUK OBAT

NAMA : DIOISIUS KRIS D. Y. A. R
NPM : 13161010
GELOMBANG 1 KELOMOK 2

TUGAS FARMAKOKINETIKA





  1. Sebutkan dan jelaskan secara lengkap faktor-faktor yg mempengaruhi BA suatu obat/ produk obat!
  • Faktor fisiologis , seperti struktur saluran cerna, mekanisme absorpsi obat, luas permukaan tempat absorpsi, kecepatan pengosongan lambung, pergerakan usus, metabolisme
  • Faktor fisikokimia obat, seperti konstanta disosiasi dan kelarutan dalam lemak, kelarutan, ukuran partikel 
  • Formulasi, seperti penggunaan eksipien 

Jawab :
Bioavailibilitas menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. Sirkulasi sistemik sangat mempengaruhi efek terapetik dari obat, aktivitas toksik obat dan aktivitas klinisnya. Hal ini biasanya diukur dari perkembangan kadar obat (zat aktif) atau metabolit aktifnya dalam darah dan eksresinya dalam urin terhadap waktu. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavalibilitas obat dalam tubuh di antaranya:
-          Faktor Fisikokimia

a.       Ukuran Partikel
Kecepatan disolusi obat berbanding lurus dengan luas permukaan yang kontak dengan cairan. Semakin kecil partikel, semakin luas permukaan obat, semakin mudah larut. Dengan memperkecil ukuran partikel, dosis obat yang diberikan dapat diperkecil pula, sehingga signifikan dari segi ekonomis. Terdapat hubungan linier antara kecepatan absorpsi obat dengan logaritma luas permukaan. Sebagai contoh, pemberian 500 mg griseofulvin bentuk mikro memberikan kadar plasma yang sama dengan 1 g griseofulvin bentuk serbuk.

b.      Kelarutan
Pengaruh daya larut obat bergantung pada sifat kimia (atau modifikasi kimiawi obat) dan sifat fisika (atau modifikasi fisik obat). Modifikasi Kimiawi Obat diantaranya dengan :

i. Pembentukan Garam

Obat yang terionisasi lebih mudah dalam air dari[pada bentuk tidak
terionisasi. Pembentukan garam ini terutama penting dalam hal zat aktif berada dalam saluran cerna, kelarutan modifikasi sewaktu transit di dalam saluran cerna, karena perbedaan pH lambung dan usus. Peningkatan kecepatan pelarutan obat dalam bentuk garam berlaku untuk obat-obat berikut penicilline, barbiturate, tolbutamide, tetracycline, acetosal, dextromethorphane, asam salisilat, phenytoine, quinidine, vitamin-vitamin larut aie, sulfa, quinine

ii. Pembentukan Ester

Daya larut dan kecepatan melarut obat dapat dimodifikasi dengan membentuk ester. Secara umum, pembentukan ester memperlambat kelarutan obat. Beberapa keuntungan bentuk ester, antara lain :

1.
Menghindarkan degradasi obat di lambung ester dari erythromycin (misalnya erythromycine succinat) memungkinkan obat tidak rusak pada suasana asam di lambung. Ini merupakan semacam pro-drug, dalam suasana lebih basa di usus, terjadi hidrolisis erythromycine ethylsuccinat.
2. Memperlama masa kerja obat
misalnya esterifikasi dari hormon steroid.
3.
Menutupi rasa obat yang tidak enak. Contohnya adalah ester dari kloramfenikol. Kloramfenikol palmitat dan Kloramfenikol stearat dihidrolisis di usus halus untuk melepaskan kloramfenikol.


iii. Modifikasi Bentuk Fisik Obat

1. Bentuk Kristal atau Amorf

Bentuk amorf tidak mempunyai struktur tertentu, terdapat ketidakteraturan dalam tiga dimensinya. Secara umum, amorf lebih mudah larut daripada bentuk kristalnya. Misalnya Novobiocin, kelarutan bentuk amorf 10 x dari bentuk Kristal.

2. Pengaruh Polimorfisme

Fenomena polimorfisme terjadi jika suatu zat menghablur dalam berbagai bentuk Kristal yang berbeda, akibat suhu, teakanan, dan kondisi penyimpanan. Polimorfisme terjadi antara lain pada steroid, sulanilamida, barbiturat, kloramfenikol. Kloramfenikol palmitat terdapat dalam bentuk polimorf A, B, C, dan amorf. Tetapi hanya bentuk polimorf B dan bentuk amorf yang dapat dihidrolisis oleh usus.

3. Bentuk Solven dan Hidrat

Sewaktu pembentukan Kristal, cairan-pelarut dapat membentuk ikatan stabil dengan obat, disebut solvat. Jika pelarutnya dalah air, ikatan ini disebut hidrat. Bentuk hidrat memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan bentuk anhidrat, terutama kecepatan disolusi. Ampisilina anhidrat lebih mudah larut daripada Ampisilian trihidrat.

c.        pKa dan Derajat Ionisasi
Obat berupa larutan dalam air dapat diklasifikasi menjadi 3 kategori, yaitu:
Elektrolit kuat ; seluruhnya berupa ion (contoh : Na, K, Cl)
Non elektrolit ; tidak terdisosiasi (contoh : gula, steroid)
Elektrolit lemah ; campuran bentuk ion & molekul
Konsentrasi relatif bentuk ion/molekul bergantung pada pKa obat dan pH lingkungan. Kebanyakan obat dalam bentuk asam lemah atau basa lemah, yang terabsorpsi secara difusi aktif, sehingga hanya bentuk molekul (tidak terionisasi) yang terabsorpsi. Akibatnya perbandingan ion/molekul sangat menentukan absorpsi.  Konsentrasi ion dari obat berupa asam lemah (misal asetosal) meningkat dengan peningkatan pH media air. Sebaliknya Konsentrasi molekul dari obat berupa asam lemah (misal alkaloid)meningkat dengan apeningkatan pH media air. Sehingga asam lemah lebih banyak diabsorpsi pada suasana asam (di lambung, pH 1-3), sedangkan basa lemah lebih banyak diabsorpsi di usus (pH 6-8).

d.      Koefisien Partisi Lemak-Air
Koefisien partisi menunjukkan rasio konsentrasi obat dalam 2 cairan yang tidak bercampur. Koefisien partisi merupakan indeks dari solubilitas komparatif suatu zat dalam 2 solven. Koefisien partisi lemak-air digunakan sebgai indikator penumpukan obat di dalam lemak tubuh. 
Normal lemak dalam tubuh adalah 10-25%, pada keadaan obesitas dapat menjadi 50% atau lebih. Pada penderita obesitas, obat dengan daya larut lemak tinggi akan menumpuk pada lemak-tubuh dalam jumlah besardan menjadi depo di mana obat dilepaskan secara perlahan. Pada pemberian barbiturate, pelepasan obat diperlama dari depo, menyebabkan kondisi hang-over.

- Faktor Formulasi
Faktor-faktor manufaktur (pembuatan obat) dapat mengurangi bioavailabilitas obat, diantaranya :

1. Peningkatan kompresi (tekanan) pada waktu pembuatan meningkatkan kekerasan tablet. Hal ini menyebabkan waktu disolusi dan disintegrasi menjadi lebih lama.

2. Penambahan jumlah bahan pengikat pada formula tablet atau granul akan meningkatkan kekerasan tablet, mengakibatkan perpanjangan waktu disintegrasi dan disolusi
.

3. Peningkatan jumlah pelincir (lubricant) pada formula tablet akan mengurangi sifat hidrofilik tablet sehingga sulit terbasahi (wetted). Hal ini memperpanjang waktu disintegrasi dan disolusi
.

4. Granul yang keras dengan waktu kompresi yang cepat serta kekuatan yang tinggi akan menyebbakan peningkatan suhu kompresi, sehingga obat yang berbentuk kristal mikro akan membentuk agregat yang lebih besar.
 

a. Eksipien Obat
 
Obat jarang diberikan tunggal dalam bahan aktif. Biasanya dibuat dalam bentuk sediaan tertentu yang membutuhkan bahan-bahan tambahan (excipients). Obat harus dilepaskan (liberated) dari bentuk bentuk sediaannya sebelum mengalami disolusi, sehingga excipients dapat mengakibatkan perubahan disolusi dan absorpsi obat.

-          Faktor Fisilogis Tubuh

Faktor fisiologis tubuh, seperti struktur saluran cerna, mekanisme absorpsi obat, luas permukaan tempat absorpsi, kecepatan pengosongan lambung, pergerakan usus, metabolisme juga sangat berpengaruh terhadap bioavaibiltas suatu obat. Mulai dari luas permukaan yang berkaitan dengan ukuran partikel dimana smakin kecil ukuran partikelnya maka akan semakin besar luas permukaanya maka semakin cepat pula proses absorpsinya, kemudian kecepatan pengosongan lambung artinya semakin cepat lambung seseorang kosong maka semakin cepat obat yang masuk ke dalam tubuh akan di absorsbsi.
Selain itu metabolisme juga berpengaruh terhadup BA, seseorang yang memiliki metabolism yang tinggi dan cepat, maka akan sangat berpengaruh pada obat yang di minum, karena metabolismenya yang tinggi obat akan segera di metabolism sebelum sempat di absorpsi, untuk mengantisipasinya dapat dilakukan dengan penambahan dosis.





No comments: