LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
BIOLOGI
FARMASI
SISTEM DISPERSI
NAMA :
Dionisius Kris De Yanto Aka Rangga, A. Md. F
NPM :
13161010
HARI,TANGGAL
PRAKTIKUM : RABU, 13 MEI 2017
Abstrak
SISTEM DISPERSI
I.
Tujuan
1.
Mengamati
proses sedimentasi pada sediaan suspense dan emulsi.
2.
Menentukan
redisersibilitas suspense atau emulsi.
3.
Menguji
konsistensi (kekentalan) sediaan gel.
II.
Prinsip
1. Suspensi
Suspensi
farmasi adalah disperse kasar, dimana partikel padat yang tak larut terdispersi
dalam medium cair (Anief,1993).
2. Evaluasi
sediaan suspensi secara fisik
-
Volume sedimentasi
Adalah Suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula mula
dari suspensi (Vo) sebelum mengendap.
-
Derajat flokulasi.
Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari suspensi flokulasi (Vu)
terhadap volume sedimentasi akhir suspensi deflokulasi (Voc)
(Nurwulandari,2013).
3. Redispersibilitas
Jika
suatu sediaan suspensi menghasilkan endapan dalam penyimpanan maka endapan
tersebut harus terdispersi kembali sehingga keseragaman dosis terpenuhi
(Anjani,2010).
4. Emulsi
Emulsi
adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil. ( Depkes, 1995).
5. Viskositas
Viskositas
adalah suatu cara untuk menyatakan berapa daya tahan dari aliran yang diberikan
oleh suatu cairan (Dudgale. 1986).
III.
Reaksi
-
IV.
Teori Dasar
Sistem
dispersi secara sederhana dapat diartikan sebagai larutan atau campuran dua zat
yang berbeda maupun sama wujudnya. Sistem dispersi ditandai dengan adanya zat
yang terlarut dan zat pelarut. Contohnya, jika tiga jenis benda, yaitu pasir,
gula dan susu masing-masing dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berisi air,
kemudian diaduk dalam wadah terpisah, maka kita akan memperoleh 3 sistem
disperse (Ridwan, 2012)
Bila suatu zat dicampurkan dengan
zat lain, maka akan terjadi penyebaran secara merata dari suatu zat ke dalam
zat lain yang disebut dengan sistem dispersi. Tepung kanji bila dimasukan ke
dalam air panas maka akan membentuk sistem dispersi dengan air sebagai medium
pendispersi dan tepung kanji sebagai zat terdispersi (Henrayani, 2009).
Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang
dikenal sebagai fase terdispers, terdistribusi ke seluruh medium kontinu atau
medium terdispersi. Bahan-bahan yang terdispers bisa mempunyai jangkauan ukuran
dari partikel-partikel berdimensi atom dan molekul sampai partikel-partikel
yang ukurannya diukur dalam milimeter. Oleh karena itu, cara yang paling mudah
untuk penggolongan sistem terdispers adalah berdasarkan garis tengah partikel rata-rata
dari bahan terdispers. Umumnya dibuat tiga golongan ukuran, yaitu dispersi
molekuler, dispersi koloid, dan dispersi kasar (Martin et al, 2008).
Dispersi molecular. Disperse molecular
atau larutan adalah system satu fase yang homogeny, jernih, dan memiliki
diameter tidak lebih dari 10-7cm. partikel-partikel larutan tidak
dapat dilihat dengan mikroskop biasa maupun mikroskop ultra, sukar diendapkan,
dan dapat melewati kertas saring biasa maupun membrane semipermeable (Sumardjo,
2009).
Disperse koloid. Koloid adalah
campuran yang heterogen. 3 fase (padat, cair dan gas) dapay dibuat sembilan
kombinasi campuran fase zat, tetapi yang dapat membentuk system koloid hanya
delapan. Koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol. Koloid yang
mengandung fase terdispersi cair disebut emulsi. Koloid yang mengandung fase
terdipersi gas disebut buih (Sutresna, 2007).
Emulsi adalah campuran dari dua atau lebih cairan
yang biasanya bercampur ( nonmixable atau unblendable ). Emulsi adalah bagian
dari kelas yang lebih umum dari sistem dua – fase materi disebut koloid.
Meskipun istilah koloid dan emulsi kadang-kadang digunakan secara bergantian,
emulsi harus digunakan ketika kedua tersebar dan fase kontinyu adalah cairan.
Dalam emulsi, satu cair ( fase terdispersi ) tersebar di lain ( fase kontinyu
). Contoh emulsi meliputi vinaigrettes, susu, mayones, dan beberapa cairan
pemotongan untuk pengerjaan logam (Aqila, 2014).
Pada pembuatan emulsi dibutuhukan emulgator atau zat
penghubung yang menyebabkan pembentukkan emulsi, contoh dari emulgator ini
adalah sabun (Sutresna, 2007).
Dispersi
kasar. Dispersi kasar atau suspensi akan
terjadi jika diameter fasa terdispersi memiliki ukuran di atas 100 nanometer.
Sistem ini mula-mula keruh tetapi dalam beberapa saat segera nampak batas
antara fasa terdispersi dengan medium pendispersi karena terjadinya
pengendapan. Kita dapat memisahkan fasa terdispersi dari mediumnya dengan cara
melakukan penyaringan (Ridwan, 2012).
Dispersi kasar ini disebut juga dengan suspense
adalah system dua fase yang heterogen, tidak jernih. Partikel dari suspense ini
dapat dilihat dengan mikroskop biasa, mudah diendapkan dan tidak dapat melewati
kertas saring biasa maupun membran semipermeable (Sumardjo, 2009).
Suspense adalah disperse zat padat di dalam air. Zat
yang terdispersi memiliki ukuran yang cukup besar. Padatan ini merupakan
gabungan dari molekul-molekul zat terdispersi (Sutresna, 2007).
Contoh dispersi kasar adalah dispersi pasir di dalam
air, air kopi, air sungai, campuran minyak dengan air, campuran tepung gandum
dengan air, dan lain-lain (Ridwan, 2012).
Suatu suspensi yang dapat diterima mempunyai
kualitas tertentu yang diinginkan :
1. Zat
yang tersuspensi (disuspensikan) tidak boleh cepat mengendap
2. Partikel-partikel
tersebut walaupun mengendap pada dasar wadah tidak boleh membentuk suatu
gumpalan padat tapi harus dengan cepat terdispersi kembali menjadi suatu
campuran homogen bila wadahnya dikocok.
3. Suspensi
tersebut tidak boleh terlalu kental untuk dituang dengan mudah dari botolnya.
(Martin et al, 1993).
System pembentukkan suspense ada dua, yaitu system
flokulasi dan system deflokulasi. Dalam system flokulasi, partikel flokulasi
terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan
mudah tersuspensi kembali. Sedangkan partikel deflokulasi mengendap perlahan
dan akhirnya membentuk sedimen, akan menjadi agregasi dan akhirnya terbentuk
cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali (Syamsuni, 2007).
Dua parameter yang berguna yang bisa diturunkan dari
peyelidikan sedimentasi adalah volume sedimentasi dan derajat flokulasi. Colume
sedimentasi (F) didefinisikan sebagai perbandingan dari volume akhir dari
endapan (Vu) terhadap volume awal dari suspense (Vo) sebelum mengendap.
Derajat
flokulasi adalah rasio volume akhir sedimen sediaan suspense flokulasi (Vu)
dengan volume akhir sedimen sediaan suspense deflokulasi (Voc)
(Taufik,
2009).
V.
Alat dan Bahan
VI.
Prosedur
VII.
Data Pengamatan
7.1. Pembuatan Sediaan Suspensi dan Emulsi
Bahan Uji
|
Konsentrasi
|
Jumlah Sediaan
|
Tragakan
Minyak Jarak
Tween 80
Aquadest
|
1
10
%v/v
2
|
1
gram
10
ml
2
gram
Hingga
100 ml
|
Minyak jarak
Aquadest
|
10
%v/v
|
10ml
Hingga
100 ml
|
7.2. Pengamatan Sedimentasi
No
|
Waktu
|
Volume Sedimentasi (ml)
|
Nilai Sedimentasi
|
||
1
|
2
|
1
|
2
|
||
1
|
0'
|
0
|
0
|
0
|
0
|
2
|
15'
|
6
|
0
|
0,06
|
0
|
3
|
30'
|
6
|
0
|
0,06
|
0
|
4
|
60'
|
6
|
0
|
0,06
|
0
|
5
|
90'
|
6
|
0
|
0,06
|
0
|
6
|
48 jam
|
6
|
0
|
0,06
|
0
|
Perhitungan
(1)
(2)
,06
(3)
,06
(4)
,06
(5)
,06
(6)
,06