MY BLOG

head

head 2

ALL ABOUT ME

My photo
BANDUNG, JAWA BARAT, Indonesia
LENGKAPNYA DIONISIUS KRIS DE YANTO AKA RANGGA (A.K.A CRISS DHYON RANGGA) PERUBAHAN NAMA INI MENCERMINKAN PERUBAHAN HIDUPKU YANG DULUNYA TIDAK TAHU APA-APA DAN SEKARANG MENJADI SESEORANG YANG CEPAT TANGGA[P AKAN SESUATU YANG BARU

13agustus

13agustus3

Saturday, February 25, 2017

ORGANISME PENYEBAB INFEKSI CARDITIS

ORGANISME PENYEBAB INFEKSI CARDITIS
Bakteri gram positif adalah organism yang paling umum yang menyebabkan Infective Endocarditis (IE). Spesies jenis streptococcus dan staphylococcus adalah spesies yang paling banyak menyebabkan kasus yaitu lebih dari 80%. Streptococcus golongan viridians merupakan pathogen utama IE. Namun, akhir akhir ini, staphylococcus telah meningkat sebagai penyebabnya. Gram positif lain, gram negative, organism atipikal dan organism jamur masih kurang umum sebagai penyebab IE. Tetapi masih dipertimbangkan dalam populasi pasien tertentu.

Streptococcus
Streptococus yang paling sering menyebabkan IE adalah streptococcus golongan viridians. Yang paling umum dalam kelompok ini adalah, S. salivarius, S. mutants, S. smith, and S. sanguis. Golongan bakteri ini pada mulut manusia adalah flora normal yaitu α-hemolitik dan sifatnya khas , dan biasanya pada pengujian laboratorium tidak dapat membedakan jenis ini. Organisme ini dapat menyebabkan bakteremia pemeriksaan gigi yang mengarahkan pada perkembangan IE pada pasien. Streptokokus golongan viridans juga merupakan patogen dominan IE pada katup prolaps dan katup alamiah pada anak-anak. Spesies streptokokus lain yang menyebabkan IE adalah S. bovis, dan diklasifikasikan sebagai kelompok D streptokokus, bisanya di temukan pada saluran pencernaan. Namun karena kesamaan streptokokus tersebut, termasuk mikrobiologis dan kerentanan pengobatannya sama dengan spesies streptokokus lain
          IE yang disebabkan oleh streptokokus ini biasanya memiliki sub akut klinis. Tingkat penyembuhan lebih dari 90% kecuali terjadi komplikasi, kasus ini sekitar 30% terjadi pada pasien. Streptokokus golongan viridans sangat rentan terhadap penisilin dan sebagian besar memiliki konsentrsi hambat minimum kurang dari 0,125 mcg / mL. Organisme dengan kerentanan menurun akan meningkat, oleh karena itu kerentanan antibiotik ini perlu di tingkatkan untuk meningkatkan pengobatan yang tepat.

Stapilokokus
Stapilokokus endokarditis dapat meningkatkan prevalensi, menyebabkan minimim dari 20% sampai 30% dari semua kasus IE, dengan mayoritas 80% - 90% disebabkan oleh S. aureus (juga dikenal sebagai stapilokokus koagulase-positif). Coagulase Negaive Staphylococci (CNS) juga dapat menyebabkan IE. Namun, organisme ini biasanya menginfeksi katup prostetik. S. aureus dianggap masyarakat diperoleh dari infeksi nosokomal yang umum. Yang perlu dipertimbangkan setiap pasien yang berteremik S. aureus adalah dapat beresiko IE. S. aureus juga dapat  menginfeksi “normal” katup jantung (sebelumnya tidak terdeteksi penyakit katup) dalam sepertiga kasus. Oleh karena itu, Sangat penting untuk mengecek keadan pasien secara memadai untuk mencegah pertumbuhan bakteri, setiap katup mungkin akan terpengaruh, namun ketika katup mitral atau aorta yang terlibat, akan menyebabkan infeksi sistemik yang luas dengan tingkat kematian 20% sampai 65%. Dalam pengobatan S. aureus pada IE, perlu mempertimbangkan apakah zat asing tersebut resisten terhadap methicilin, lokasi infeksinya (kanan atau kiri), kehadiran katup buatan, dan sejarah IVDU (intravenous drug users). Meskipun perlawanan yang signifikan untuk penisilinase-tahn penisilin (misalnya, methicilin dan nafcilin) sebagian besar zat asing masih rentan terhadap vankomisin. Namun beberapa kejadian S. aureus dapat meningkat dengan mengurangi kerentanan terhadap vankomisin.
          Organisme dominan koagulase-negatif yang menyebabkan IE yaitu S. epididimis. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan isolasi lain spesies coagulase-negative (S. lugdunensis) telah dicatat. Biasanya, coagulase-negatif IE memiliki beberapa komplikasi yang subakut. Pengobatan (dengan atau tanpa intervensi bedah) biasanya berhasil. Di sisi lain, S. lugdunensis menghasilkan infeksi yang lebih ganas, meskipun antibiotik yang sama, memiliki tingkat membunuh yang jauh lebih tinggi

Enterococus
Enterococus merupakan flora normal yang terdaat dalam saluran cerna pada manusia dan kadang kadang ditemukan di urethra. Secara historis, enterococus dianggap bagian dari genus streptokokus tapi sekarang dipisahkan meskipun memiliki kesamaan, seperti golongan  D klasifikasi dan menyebabkan penyakit subakut. sering menyerang  pasien laki-laki yang lebih tua dan yang telah menjalani manipulasi genitourinary atau perempuan muda yang pernah mengalami proses kehamilan. Enterococus adalah bakteri penyebab yang kurang umum dari
IE, ada dua spesies dominan: E. faecium dan E. faecalis. E. faecalis adalah yang paling umum dan lebih rentan kejang. Namun pada hakekatnya, enterococus secara keseluruhan lebih tahan, dengan enterococcal IE yang mewakili salah satu
infeksi gram positif yang paling bermasalah untuk mengobati dan menyembuhkan.
Sering kali, memperlihatkan reaksi enterococci resistensi terhadap beberapa antibiotik, termasuk penisilin, vankomisin, aminoglikosida, dan beberapa agen baru (misalnya, linezolid atau quninupristin / dalfopristin) .

Organisme gram negatif
Gram negatif IE jumlahnya kurang umum (sekitar 2% -4%) namun biasanya jauh lebih sulit untuk diobati daripada infeksi gram positif. organisme yang kebal, seperti kelompok HACEK, cenderung paling sering  menyebabkan sekitar 3% dari semua IE. Kelompok ini terdiri dari Haemophilus spp. (terutama H. paraphrophilus, H. parainfluenzae, dan H. aphrophilus), Actinobacillus actinomycetemcomitans, Cardiobacterium hominis, Eikenella corrodens, dan Kingella kingae. Presentasi klinis IE oleh organisme ini adalah subakut, dengan
sekitar 50% dari pasien dengan komplikasi yang tinggi. Komplikasi ini terutama disebabkan adanya pengaruh besar seperti, kerapuhan yg tinggi  dan banyak emboli serta gagal jantung kongestif akut yang sering membutuhkan penggantian katup. Hal ini penting untuk memungkinkan waktu inkubasi yang cukup (2-3 minggu) dalam rangka untuk mengisolasi organisme ini.
Seringkali organisme ini mungkin tidak terisolasi pada kultur  dan dengan demikian hadir sebagai IE kultur-negatif. organisme gram-negatif lainnya, seperti Pseudomonas spp., telah tercatat menyebabkan IE, terutama di IVDUs dan pasien dengan katup prostetik. Selain itu, IE disebabkan oleh Salmonella spp.,
Escherichia coli, Citrobacter spp., Klebsiella spp., Enterobacter spp., Serratia marcescens, Proteus spp. dan Providencia spp. juga telah tercatat.  IE Gram-negatif biasanya memiliki prognosis buruk dengan angka kematian yang tinggi (setinggi 83%). Pengobatan biasanya terdiri dari dosis tinggi terapi kombinasi, dengan penggantian katup secara sering adalah suatu keharusan pada pasien.

Kultur-Negatif
kultur darah negatif dilaporkan  sekitar 5% kasus IE dikonfirmasi, sering menunda diagnosis dan pengobatan. Kultur steril mungkin hasil dari penggunaan antibiotik sebelumnya, penyakit sisi-kanan subakut, pertumbuhan yang lambat dari organisme yang kebal, endokarditis nonbacterial (misalnya, infeksi jamur atau parasit intraseluler), endokarditis noninfective, atau kumpulan yang tidak tepat dari kultur darah. Jika organisme nonbacterial dicurigai, pengujian tambahan sangat penting. Pilihan pengobatan tergantung pada faktor-faktor sejarah dan risiko pasien.

Organisme Lain
Banyak bakteri, termasuk basilus gram positif , bakteri gram negatif  yang tidak biasa, bakteri atipikal, dan anaerob, serta spirochetes, telah dilaporkan dapat menyebabkan IE. Namun, infeksi yang disebabkan oleh organisme ini jarang terjadi. Beberapa organisme yang lebih umum termasuk Legionella, Coxiella burnetii (demam Q), dan Brucella. Organisme jarang ini terjadi terutama pada pasien yang berisiko seperti orang-orang yang memiliki katup prostetik atau IVDUs. Sebuah diskusi komprehensif organisme ini tidak layak untuk bab ini; untuk informasi lebih lanjut, sumber referensi lain harus diperiksa. Pengobatan organisme ini sangat sulit, dan tingkat kesembuhan yang rendah. Oleh karena itu, konsultasi pada spesialis penyakit menular disarankan.
Jamur
endokarditis jamur cukup jarang tetapi memiliki angka kematian yang signifikan, biasanya mempengaruhi pasien yang telah menjalani operasi jantung, mengkonsumsi  antibiotik spektrum luas secara berkepanjangan, pemasangan kateter jangka panjang, masalah dalam system imun , atau IVDUs. Jumlahnya sangat rendah, Sekitar 15%, namun perbaikan (sekitar 30%) telah dilaporkan karena kemajuan dalam diagnosis dan  pengobatan.   Ramalan buruk telah dikaitkan dengan pertumbuhan besar, kecenderungan invasi organisme ke miokardium, emboli septik yang luas,  penetrasi antijamur dalam pertumbuhan sangat rendah, rasio toxic-to- therapeutic yang rendah  dan kurangnya aktivitas pengobatan dari antijamur. Dua organisme yang paling sering dikaitkan adalah Candida spp. dan Aspergillus spp. Kurangnya studi klinis membuat keputusan pengobatan yang sulit. Biasanya, kombinasi atau terapi dosis tinggi  dengan operasi diperlukan.

PENGOBATAN
Pertimbangan terapi
Pengobatan IE sangat rumit dan sulit. Banyak faktor yang melibatkan pertumbuhan dan mempengaruhi efektivitas agen antimikroba. Pertumbuhan terdiri dari matriks fibrin (seperti yang dibahas sebelumnya) yang menyediakan lingkungan di mana organisme relatif  bebas untuk meniru tanpa adanya hambatan, sehingga berat jenis mikroba untuk mencapai konsentrasi yang sangat tinggi (109-1010 CFU / g). Setelah berat jenis organisme telah mencapai tingkat ini, organisme sebenarnya sedang dalam fase pertumbuhan. Faktor-faktor ini menghambat pertahanan inangnya, serta kemampuan yang cukup dari  antimikroba itu untuk membunuh . Ini sering menggunakan β-laktam dan glikopeptida karena efektivitas mereka dapat secara signifikan dipengaruhi oleh inokulum bakteri.
Pemilihan antimikroba yang sesuai harus menggabungkan karakteristik seperti kemampuan untuk menembus, kemampuan untuk mencapai konsentrasi obat yang memadai, dan kemampuan inokulum bakteri yang tinggi untuk mencapai tingkat membunuh yang sesuai. Untuk mencapai hal ini, antimikroba biasanya harus diberikan secara parenteral pada dosis tinggi dengan pengobatan diperpanjang 4 sampai 6 minggu (dalam banyak kasus). karakteristik obat yang diinginkan lainnya termasuk bakterisida dan aktivitas sinergis.
Terapi empiris
Tujuan keseluruhan dari terapi adalah untuk membasmi infeksi dan mencegah komplikasi. Pasien dengan dugaan IE harus dievaluasi untuk faktor risiko yang dapat memberikan beberapa indikasi yang paling mungkin dari  organisme yang menyebabkan infeksi. Jika tidak ada faktor risiko yang dapat ditentukan, terapi empiris terutama harus mencakup organisme gram positif. Secara umum, jika streptokokus tersuspek, pengobatan empiris harus terdiri dari penisilin ditambah gentamisin. Namun, jika staphylococus atau enterococus terdeteksi; pengobatan empiris harus terdiri dari vankomisin ditambah gentamisin. Hal ini penting untuk memantau respon pasien terhadap terapi  sampai kultur dan kerentanan untuk memastikan perawatan yang memadai.
Terapi spesifik
The American Heart Association baru baru ini menerbitkan panduan baru untuk pengelolaan IE, termasuk spesifik rekomendasi pengobataannya. Ringkasan perawatan organisme yang paling umum (streptococcus, staphylococcus and entercococcus)  disediakan dalam tabel 73-1 dan 71-6. Namun, informasi lebih rinci (termasuk dosis, lama pengobatan, dll) untuk organisme ini, mengacu pada pedoman yang lengkap. Pedoman ini mencakup regimen utama dan alternatif, seperti yang ditunjukan dalam tabel pengobatan di bawah rekomendasinya.

Streptokokus
Kebanyakan zat asing sangat rentan terhadap penisilin. Oleh karena itu penisilin G tetap menjadi pilihan. Namun, ceftriaxone dapat digunakan sebagai alternatif jika pasien alergi atau  didguga resisten terhadap penisilin. Biasanya lama pengobatan adalah 4 minggu, pengobatan bisa dilakukan lebih cepat yaitu 2 minggu pada pasien yang IE ringan. Direkomendasikan terapi penisilin apabila streptokokus sudah rentan, dosisnya di tingkatkan lebih besar dari 0,12 mcg / mL tapi kurang dari atau sama dengan 0,5 mcg / mL untuk streptokokus kelompok viridans, pengobatan disarankan 4 minggu. Selain itu, kombinasi dengan gentamisin dianjurkan selama 2 minggu pertama. Pada pasien yang alergi terhadap salah satu dari β-lactam, vankomisin merupakan pilihan pengobatan alternatif. Selain itu, pada pasien dengan yang resisten dari streptokokus kelompok viridans, pengobatannya harus menggunakan antimikroba juga untuk enterococal IE. Pasien dengan PVE yang disebabkan oleh kelompok streptokokus rentan penisilin memerlukan pengobatan selama 6 minggu dengan penisilin G atau ceftriaxon dengan atau tanpa gentamisin selama 2 minggu awal terapi. Namun jika organisme menunjukan kurang rentan terhadap penisilin, terapi dapat berlangsung selama 6 minggu. Vankomisin tetap menjadi alternatif utama jika pasien alergi terhadap β-lactam (misalnya penisilin, sefalosporin, dll)


Sunday, February 12, 2017

song warkop burung kaka tua

Thursday, February 9, 2017

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN


Sistem endokrin meliputi sistem dan alat yang mengeluarkan hormon atau alat yang merangsang keluarnya hormon yang berupa mediator kimia. Sistem endokrin berkaitan dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua  sistem  ini  bekerja  sama  untuk  mempertahankan  homeostasis. Sistem endokrin bekerja melalui hormon, maka  sistem saraf  bekerja  melalui neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf.

Kelenjar  terdiri  dari  dua tipe  yaitu endokrin dan eksokrin. Kelenjar endokrin melepaskan sekresinya langsung ke dalam darah.Kelenjar endokrin terdapat pada pulau Langerhans, kelenjar gonad (ovarium dan testis), kelenjar adrenal, hipofise, tiroid dan paratiroid. Sedangkan kelenjar eksokrin melepaskan sekresinya ke dalam duktus pada permukaan tubuh seperti kulit dan organ internal (lapisan traktus intestinal-sel APUD).

Hormon berfungsi untuk membedakan sistem saraf pusat dan sistem reproduktif pada janin yang sedang berkembang, merangsang urutan perkembangan, mengkoordinasi sistem reproduksi, memelihara lingkungan internal secara optimal dan melakukan respon korektif dan adaptif ketika terjadi kedaruratan.

Terdapat dua klasifikasi pembagian hormon yaitu hormon yang larut dalam air dan lemak. Hormon yang larut dalam air yaitu insulin, glukagon, hormon adrenokortikotropik (ACTH) dan gastrin. Hormon yang larut dalam lemak yaitu steroid (estrogen, progesteron, testoteron, aldosteron, glukokortikoid) dan tironin (tiroksin).

Yang termasuk kelenjar endokrin adalah :

-         hipotalamus
-         hipofisis anterior dan posterior
-         tiroid
-         paratiroid

-          pulau Langerhans
-          anak ginjal,kortex dan medula
-          gonad (ovarium dan testis)
-          sel APUD di lambung,usus,dan pankreas

HIPOTALAMUS


Hipotalamus terletak di batang otak (enchepalon). Hormon-hormon hipotalamus terdiri dari :
  1. ACRH : Adreno Cortico Releasing Hormon
ACIH  : Adreno Cortico Inhibiting Hormon
  1. TRH    : Tyroid Releasing Hormon
TIH     : Tyroid Inhibiting Hormon
  1. GnRH : Gonadotropin Releasing Hormon
GnIH  : Gonadotropin Inhibiting Hormon
  1. PTRH  : Paratyroid Releasing Hormon
PTIH   : Paratyroid Inhibiting Hormon
  1. PRH    : Prolaktin Releasing Hormon
PIH     : Prolaktin Inhibiting Hormon
  1. GRH    : Growth Releasing Hormon
GIH      : Growth Inhibiting Hormon
  1. MRH   : Melanosit Releasing hormon
MIH      : Melanosit Inhibiting Hormon.

Hipotalamus sebagai bagian sistem endokrin mengontrol sintesa dan sekresi hormon-hormon hipofise.
           
KELENJAR HIPOFISIS

Hipofisis atau disebut juga glandula pituitaria terletak  di sella Tursika, lekukan os spenoidalis basis cranii, berbentuk oval dengan diameter kira-kira 1 cm. Terbagi menjadi lobus anterior dan posterior. Terdiri dari adenohipofisis yang berasal dari orofaring dan neurohipofisis yang berasal dari sistem kantong Ratke. (Ratke adalah seorang ahli anatomi asal Jerman).

Hipofise dikenal sebagai master of gland karena kemampuan hipofise dalam mempengaruhi atau mengontrol aktivitas kelenjar endokrin lain.


KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid terletak di leher bagian depan tepat di bawah kartilago krikoid, antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama juga terletak trakea, esofagus, pembuluh darah besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid.


Pada orang dewasa berat tiroid kira-kira 18 gram. Terdapat dua lobus kanan dan kiri yang dibatasi oleh isthmus. Masing-masing lobus memiliki ketebalan 2 cm lebar 2,5 cm dan panjang 4 cm. Terdapat folikel dan para folikuler. Mendapat sirkulasi dari arteri tiroidea superior dan inferior dan dipersarafi oleh saraf adrenergik dan kolinergik.

Pembuluh darah besar yang terdapat dekat kelenjar tiroid adalah arteri karotis komunis dan arteri jugularis interna. Sedangkan saraf  yang ada adalah nervus vagus yang terletak bersama di dalam sarung tertutup di laterodorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring.

Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) atau Tetra Iodotironin. Bentuk aktif hormon ini adalah triyodotironin (T3) yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Yodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Yodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoyodotirosin (MIT).

Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu Thyroid Stimulating Hormon (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin (Thytotropine Releasing Hormon (TRH) dari hipotalamus.
Kelenjar tiroid juga mengeluarkan kalsitonin dari sel parafolikuler. Kalsitonin adalah polipeptida yang menurunkan kadar kalsium serum dengan menghambat reabsorbsi kalsium dan tulang.

Fungsi hormon tiroid :
  1. Mengatur laju metabolisme tubuh
  2. Pertumbuhan testis,saraf ,dan tulang
  3. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
  4. Menambah kekuatan kontraksi otot dan irama jantung
  5. Merangsang pembentukan sel darah merah
  6. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernafasan,sebagai kompensasi tubuh terhadap kebutuhan Oksigen akibat metabolisme
  7. Antagonis insulin.

KELENJAR PARATIROID

Kelenjar paratiroid tumbuh di dalam endoderm menempel pada bagian anterior dan posterior kedua lobus kelenjar tiroid yang berjumlah 4 buah terdiri dari chief cells dan oxyphill cells. Kelenjar paratiroid berwarna kekuningan  dan berukuran kurang lebih
3 x 3 x 2 mm dengan berat keseluruhan sampai 100 mg.

Kelenjar paratiroid mensintesa dan mengeluarkan hormon paratiroid (Parathyroid Hormon,PTH). Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium dalam plasma. Sintesis PTH dihambat apabila kadar kalsium rendah.PTH bekerja pada tiga sasaran utama dalam pengendalian homeostasis kalsium,yaitu di ginjal, tulang dan usus. Di dalam ginjal PTH meningkatkan reabsorbsi kalsium. Di tulang PTH merangsang aktifitas osteoplastik sedangkan di usus PTH meningkatkan absorbsi kalsium.

KELENJAR PANKREAS

Kelenjar pankreas terletak di retroperitoneal rongga abdomen atas dan terbentang horizontal dari cincin duodenal ke lien. Panjangnya sekitar 10-20 cm dan lebar 2,5-5 cm. Mendapat asupan darah dari arteri mesenterika superior dan splenikus. Kelenjar pankreas berfungsi sebagai endokrin dan eksokrin. Sebagai organ endokrin karena di pankreas terdapat pulau-pulau Langerhans yang terdiri dari 3 jenis sel yaitu sel beta (B) 75 %,sel alfa (A) 20 %,dan sel delta (D) 5 %.Sekresi hormon pankreas dihasilkan oleh pulau Langerhans. Setiap pulau Langerhans berdiameter 75-150 mikron.

Sel alfa menghasilkan glukagon dan sel beta merupakan sumber insulin, sedangkan sel delta mengeluarkan somatostatin, gastrin dan polipeptida pankreas. Glukagon juga dihasilkan oleh mukosa usus menyebabkan terjadinya glikogenesis dalam hati dan mengeluarkan glukosa ke dalam aliran darah. Fungsi insulin terutama untuk memindahkan glukosa dan gula lain melalui membran sel ke jaringan utama terutama sel otot, fibroblast dan jaringan lemak. Bila tidak ada glukosa maka lemak akan digunakan untuk metabolisme sehingga akan timbul ketosis dan acidosis.

Dalam meningkatkan kadar gula dalam darah, glukagon merangsang glikogenolisis (pemecahan glikogen menjadi glukosa) dan meningkatkan transportasi asam amino dari otot serta meningkatkan glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari yang bukan karbohidrat). Dalam metabolisme lemak, glukagon meningkatkan lipopisis (pemecahan lemak).

Efek anabolik dari hormon insulin adalah sebagai berikut :
-          Efek pada hepar : meningkatkan sintesa dan penyimpanan glukosa, menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis meningkatkan sintesa trigelicerida dari asam lemak bebas di hepar.
-          Efek pada otot : meningkatkan sintesis protein, meningkatkan transfortasi asam amino dan meningkatkan glikogenesis.
-          Efek pada jaringan lemak : meningkatkan sintesa trigelicerida dari asam lemak bebas, meningkatkan penyimpanan trigelicerida dan menurunkan lipopisis.

KELENJAR ADRENAL

Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar suprarenal atau kelenjar anak ginjal menempel pada ginjal. Terdiri dari dua lapis yaitu bagian korteks dan medula.


Korteks adrenal mensintesa 3 hormon,yaitu :
  1. Mineralokortikoid (aldosteron)
  2. Glukokortikoid
  3. Androgen

Mineralokortikoid (aldosteron) berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit dengan meningkatkan retensi natrium dan eksresi kalium. Membantu dalam mempertahankan tekanan darah normal dan curah jantung.

Glukokortikoid (kortisol) berfungsi dalam metabolisme glukosa (glukosaneogenesis) yang meningkatkan kadar glukosa darah, metabolisme cairan dan elektrolit, inflamasi dan imunitas terhadap stressor.

Hormon seks (androgen dan estrogen). Kelebihan pelepasan androgen mengakibatkan virilisme (penampilan sifat laki-laki secara fisik dan mental pada wanita) dan kelebihan pelepasan estrogen mengakibatkan ginekomastia dan retensi natrium dan air.

KELENJAR GONAD

Kelenjar gonad terbentuk pada minggu-minggu pertama gestasi dan tampak jelas pada minggu pertama. Keaktifan kelenjar gonad terjadi pada masa prepubertas dengan meningkatnya sekresi gonadotropin (FSH dan LH).

Testis terdiri dari dua buah dalam skrotum.Testis mempunyai duafungsi yaitu sebagai organ endokrin dan reproduksi.Menghasilkan hormon testoteron dan estradiol di bawah pengaruh LH. Efek testoteron pada fetus merangsang diferensiasi dan perkembangan genital ke arah pria.Pada masa pubertas akan merangsang perkembangan tanda-tanda seks sekunder seperti perkembangan bentuk tubuh,distribusi rambut tubuh,pembesaran laring,penebalan pita suara,pertumbuhan dan perkembangan alat genetalia.

Ovarium berfungsi sebagai organ endokrin dan reproduksi.Sebagai organ endokrin ovarium menghasilkan sel telur (ovum) yang setiap bulannya pada masa ovulasi siap dibuahi sperma.Estrogen dan progesteron akan mempengaruhi perkembangan seks sekunder,menyiapkan endometrium untuk menerima hasil konsepsi serta mempertahankan laktasi.

SEL APUD

Sel endokrin saluran cerna yang mengeluarkan hormon gastrointestinal atau gastroenteropankreas,didapatkan difus di lambung, usus dan pankreas. Sel ini termasuk kelompok sel APUD (Amine Precursor Uptake and Decarboxylation) seperti halnya sel C tiroid, medula anak ginjal, hipofisis, hipotalamus dan melanosit. Sel APUD saluran cerna tidak membentuk suatu kelenjar melainkan tersebar di lambung,usus,dan pankreas.

    
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8,   penerbit EGC, 2002.

Lauralle Sherwood, Fisiologi Manusia, EGC, 2001.

Linda J. Heffner dan Danny J. Schust, At a Glance, Sistem Reproduksi,  edisi Kedua, penerbit Erlangga, 2006.

Nursalam, BSN, M. Nurse, (2001), Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.

Paradya Dimas Bagus, (2008), Diabetes, The Silent Killer, Jakarta.

Perkeni, (2006), Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM, Revisi III, Jakarta.



SITOKIN

MAKALAH SITOKIN

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Imunologi
Dosen : Ari Yuniarto, M.Si., Apt.
Description: stfb-300x279.png
KELOMPOK V
EKSTENSI FA1

ANGGOTA
KHADIJA RAIDA                                                   (13161005)
DIONISIUS K. D. Y. AKA RANGGA  (13161010)
MAEMAH                                                                (13161015)
YAYA SUKARYA                                                   (13161025)
LUTHFI FATHINAH H.                                        (13161026)
PIO ARI PRASASTI                                               (13161031)
HYASINTA WITRI ELFIRA                                (13161036)
DISACIKITA PUTRI E.                                         (13161049)
MARIA YOLANDA A. M. DAPA                        (13161041)


SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG
2016
SITOKIN

1.      Pengertian Sitokin
Sitokin adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kDa, sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoiesis, yang disekresikan oleh sel-sel tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang membawa  sinyal antara sel-sel lokal, dan dengan demikian memiliki efek pada sel-sel lain. Nama dari sitokin bermacam-macam tergantung dari tempat produksinya dan perannya, yaitu :
a.       Monokin, merupakan produk dari fagosit mononuclear ;
b.      Limfokin, merupakan produk dari limfosit ;
c.       Interleukin (IL), berkaitan dengan perannya antar sel leukosit ; dan
d.      Lain-lain : Interferon (IFN), growth factors (CSF), TNF, Khemokin

2.      Ciri Umum Sitokin
a.       Diproduksi oleh sel-sel yang terlibat dalam respon imun
b.      Mediator dan regulator respon imun dan inflamatori.
c.       Dapat meningkatkan atau menghambat sintesis sitokin lainnya.
d.      Dapat meningkatkan atau menghambat aksi sitokin lainnya. Efek ini dapat berupa: antagonis, aditif maupun sinergis.  
e.       Mengikat reseptor spesifik dengan afinitas yang tinggi.
f.       Sitokin dapat bekerja dgn 3 cara yang berbeda, yaitu : autokrin, parakrin dan endokrin.
g.       Respon seluler terhadap sitokin, pada umumnya lambat dan memerlukan sintesis mRNA dan protein baru.
h.      Sekresinya singkat dan terbatas.
i.        Sitokin tidak disimpan sebagai bentuk pre-molekul.
j.        Sintesisnya diinisiasi oleh transkripsi gen baru yang hidupnya singkat. Produksinya dilakukan jika diperlukan.


3.      Fungsi Sitokin
a.       Fungsi Umum
Sitokin tidak tersedia sebagai molekul yang siap digunakan, melainkan sintesa sitokin diawali oleh transkripsi gen baru yang sesaat, sebagai hasil aktivasi seluler. Sitokin seringkali bekerja secara pleiotropic, yaitu sitokin mempunyai pengaruh/bekerja pada berbagai sel target dan redundant yang berarti beberapa/berbagai sitokin melaksanakan fungsi yang sama terhadap satu jenis sel. Suatu jenis sitokin sering mempengaruhi kerja dan sintesa sitokin lain.
Kemampuan ini menuju pada kaskade dimana sitokin kedua dan ketiga dapat memfasilitasi pengaruh biologik dari sitokin pertama. Sitokin dapat bekerja secara lokal (autocrine action) atau pada sel lain di dekatnya (paracrine action), dan bahkan dapat bekerja secara sistemik (endocrine action). Sitokin mengawali kerjanya dengan mengikatkan diri secara kuat pada reseptor, pada membrane yang spesifik dari sel target. Ekspresi reseptor sitokin diatur oleh sinyal eksternal spesifik, misalnya, stimulasi limfosit T ataupun B oleh antigen, menyebabkan peningkatan ekspresi reseptor sitokin. Respons seluler terhadap sitokin terdiri atas perubahan dalam ekspresi gen dalam sel target, bermuara pada ekspresi fungsi baru dan proliferasi sel target. Sitokin seringkali mempunyai berbagai efek pada sel target yang sama. Untuk berbagai sel target, sitokin berfungsi sebagai regulator dalam pembelahan sel.
Fungsi sitokin dapat disebutkan dalam beberapa kategori, yaitu sebagai mediator imunitas bawaan, mengatur aktivasi, pertumbuhan dan diferensiasi sel limfosit, mengatur immune mediated inflammation, merangsang leukosit yang belum matang/ immature dalam pertumbuhan dan diferensiasi. Fungsi dasar sitokin yang diproduksi akibat adanya respons terhadap rangsangan yang bersifat imunologik, berperan utama dalam kelanjutan hidup sel, proliferasi sel, diferensiasi sel dan kematian sel.
1)      Aktivasi sel T
Antigen yang ditangkap sel APC (Antigen Presenting Cell) dipresentasikan ke reseptor pada sel Tc dan sel Th. APC memproduksi sitokin IL-1 yang merangsang sel T untuk berproliferasi dan berdifferensiasi. Hasil aktivasi sel T adalah sel Th dan sel memori, Apabila sel memori mengalami aktivasi ulang, maka sel Th akan berdifferensiasi menjadi sel Th1 dan sel Th2. Sel Th1 lebih berperan pada reaksi seluler seperti hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat), sedangkan sel Th2 berperan pada reaksi humoral, seperti hipersensitivitas tipe I (tipe cepat) yang melibatkan peran antibody (IgE). Sitokin sel Th1 berupa IFN, IL-2, TNF, IL-3  Sitokin sel Th2 berupa IL-3, IL-4, IL-5, IL- 10
2)      Aktivasi sel B
Aktivasi sel B oleh sitokin sel Th terjadi dalam 3 tingkatan, yaitu aktivasi, proliferasi dan differensiasi menjadi sel plasma, yang memproduksi antibodi (Ig). IL-1 : faktor differensiasi sel B (B cell differentiation factor) atau BCDF, IL-5 : faktor pertumbuhan sel B (B cell growth factor/ BCGF). Kebanyakan Ag menimbulkan respon sel B dengan bantuan sel T (Ag-T dependent) tetapi beberapa Ag mampu mengaktivkan sel B untuk memproduksi Ig tanpa bantuan sel T (Ag-T independent). Contoh : polisakarida, dekstran dan ficoll yang mempunyai banyak Ag determinan (epitop). Ig yang diproduksi terutama adalah IgM dan tidak dibentuk sel memori.
3)      Aktivasi Makrofag Dan Monosit
Aktivasi monosit dan makrofag dirangsang oleh adanya endotoksin bakteri dan IFN-γ yang dilepas oleh sel T, sehingga menghasilkan bahan aktif seperti IFN-α, IL-1, GM-CSF (Granulocyt Monocyt-Colony Stimulating Factor). Aktivasi utama IFN-γ : - mencegah replikasi dan sintesis protein virus; menginduksi ekspresi MHC-II di sel dan jaringan sehingga sel menjadi aktif dalam presentasi antigen; meningkatkan ekspresi Fc-R pada makrofag; mengaktifkan neutrofil dan makrofag untuk meningkatkan aktivitas mikrobisidal dan tumorisidal; mencegah pertumbuhan sel Th2; dan meningkatkan aktivitas sel NK
4)      Pengaruh Sitokin terhadap Inflamasi
Endotoksin dan trauma fisik dapat menimbulkan pelepasan sitokin yang berperan pada inflammasi akut, baik lokal maupun sistemik, seperti IL-1, TNF dan IL-18. IL-18 juga memiliki efek antitumor karena IL-18 dapat mengaktifkan sel NK. IL-18 dapat pula menginduksi IFN-γ, akibat berbagai rangsangan seperti bakteri, rangsangan kulit dan saluran cerna.

5)      Efek Sitotoksik Sitokin
Terdapat limfokin yang menunjukkan efek sitotoksik dan dapat membunuh penyebab infeksi dan sel tumor dengan langsung atau tidak langsung, melalui aktivitas sel NK.
TNF-α mempunyai efek sitotoksik langsung terhadap sel tumor, sedangkan IL-2 merangsang sel LAK (Lymphokine Activated Killer Cell) yang sitotoksik terhadap tumor.
b.      Fungsi Khusus
Sitokin
Sel penghasil
Sel target
Fungsi


GM-CSF


Pertumbuhan
dan
differensiasi

Sel Th
Sel-sel progenator
monosit dan DC




Monosit
Sel – sel Th
co-stimulasi



IL-1α
Makrofag



Sel – sel B
Maturasi dan proliferasi

IL-1β
Sel – sel B





Sel – sel NK
Aktivasi




DC




Bervariasi
Inflamasi, fase respon akut, demam






IL-2
Sel-sel Th1
Pengaktifan  sel  T
Pertumbuhan, proliferasi,aktivasi



dan B, sel-sel NK




IL-3
Sel-sel Th
Sel pokok
Pertumbuhan dan differensiasi






Sel mast
Pertumbuhan
dan
pelepasan


Sel-sel NK



histamin









IL-4
Sel-sel Th2
Pengaktifan Sel B
Proliferasi dan differensiasi lgG1


dan sintesis Ig E





Makrofag
MHC klas II





Sel-sel T
Proliferasi



IL-5
Sel-sel Th2
Pengaktifan sel B
Proliferasi dan differensiasi sintesis




lgA







Monosit
Pengaktifan sel B
Differensiasi sel plasma


Makrofag




Sel plasma
Sekresi antibodi

IL-6
Sel-sel Th2



Sel pokok
Differensiasi


Sel-sel stromal




Bervariasi
Respon fase akut

Il-7
Stroma
Sel pokok
Differensiasi  kedalam  progenitor


sumsum,timus

sel T dan B.

IL-8
Makrofag
Neutrofil-neutrofil
Kemotaksis


Sel endotelium



IL-10
Sel-sel Th2
Makrofag
Produksi sitokin



Sel-sel B
Aktivasi

IL-12
Makrofag
Pengaktifan  sel-sel
Differansiasi CTL (dengan IL-2)


Sel-sel B
Tc




Sel-sel NK
Pengaktifan

IFN-α
Leukosit
Bervariasi
Replikasi virus, ekspresi MCH I

IFN-β
Fibroblas
Bervariasi
Replikasi virus, ekspresi MCH I

IFN-γ
Sel-sel Th1
Bervariasi
Replikasi virus

Makrofag
Respon MHC


Sel-sel Tc, sel-




Pengaktifan sel B
Perubahan Ig menjadi IgG2a


sel NK




Sel-sel Th
Proliferasi



Makrofag
Eliminasi patogen

MIP-1α
Makrofag
Monosit, sel-sel T
Kemotaksis

MIP-1β
Limfosit
Monosit, sel-sel T
Kemotaksis



Monosit, Makrofag
Kemotaksis

TGF-β
Sel T, monosit
Pengaktifan
Sintesis IL-1

makrofag




Pengaktifan sel B
Sintesis lgA



Bervariasi
Proliferasi


Makrofag
Makrofag
Ekspresi CAM dan sitokin

TNF-α
Sel mast, sel-sel



Sel tumor
Sel mati


NK



TNF- β
Sel Th1 dan Tc
Fagosit-fagosit
Fagositosis, tidak ada produksi


Sel tumor
Sel mati


                                                     
4.      Mekanisme Kerja

a.       Autokrin: Sitokin mempengaruhi sel yang memproduksinya
b.      Parakrin: Sitokin mempengharuhi sel target yang dekat
c.       Endokrin: Sitokin mempengaruhi sel yang cukup jauh melalui sistem sirkulasi





5.      Sifat-Sifat Sitokin
No.


1.
Pleiotropy: Satu sitokin dapat mempengaruhi beberapa sel yang berbeda dan menghasilkan efek yang berbeda.
2.
Redundancy : Satu sitokin dengan sitokin yang lain yang berbeda jenis dapat memberikan efek yang sama terhadap sel target.

3.
Sinergi : Beberapa sitokin bekerja sama untuk memunculkan suatu fenomena.
4.
Antagonis : Sitokin yang satu dapat memblokade kerja dari sitokin yang lain.
5.
Cascade : Sitokin dapat menstimulasi produksi sitokin yang lain.
6.
Pengatur regulasi reseptor :
-       Meningkatkan regulasi : Stimulasi proliferasi dan produksi sitokin.
-       Menurunkan regulasi : Inhibisi proliferasi dan produksi sitokin. Contoh : IL-10, IL-11, TGF-β.
7.

Sitokin mempunyai peranan kunci dalam regulasi hematopoiesis, imunitas bawaan, dan imunitas dapatan.




6.      Reseptor Sitokin
Sitokin bekerja pada sel-sel targetnya dengan mengikat reseptor-reseptor membran spesifik. Reseptor dan sitokin yang cocok dengan reseptor tersebut dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan struktur dan aktivitasnya. Klasifikasi reseptor sitokin berdasarkan pada struktur tiga-dimensi yang dimiliki.
a.       Reseptor sitokin tipe 1 ( Haemopoitin Growth Factor family )
Anggota-anggotanya memiliki motif tertentu pada ekstraseluler asam-amino domain. Contoh, IL-2 reseptor memiliki rantai –γ (umumnya untuk beberapa sitokin lain) yang kurang sehingga secara langsung bertanggung jawab atas x-linked Severe Combined Immunodeficiency (X-SCID). X-SCID menyebabkan hilangnya aktivitas kelompok sitokin ini.
b.  Reseptor sitokin tipe 2 ( Interferon )
Anggota-anggotanya adalah reseptor-reseptor terutama untuk interferon.
Reseptor-reseptor kelompok interferon memiliki sistein residu (tetapi tidak rangkain Trp-Ser-X-Trp-Ser) dan mencakup reseptor-reseptor untuk IFNα, IFNβ, IFNγ.
c.       Reseptor sitokin tipe 3 ( Tumor Necrosis Factor family )
Anggota-anggotanya berbagi sistein-ekstraseluler yang umumnya banyak mengikat domain, dan termasuk beberapa non-sitokin lain seperti CD40, CD27, dan CD30, selain yang diberi nama (TNF)
d.      Reseptor kemokin
Reseptor kemokin mempunyai tujuh transmembran heliks dan berinteraksi dengan G protein. Kelompok ini mencakup reseptor untuk IL-8, MIP-1, dan RANTES. 1 Reseptor kemokin, dua diantaranya beraksi mengikat protein untuk HIV (CXCR4 dan CCR5), yang juga tergolong ke dalam kelompok ini.
e.       Immunoglobulin (Ig) superfamili
Immunoglobulin (Ig) yang sudah ada seluruhnya pada beberapa sel dan
jaringan dalam tubuh vertebrata, dan berbagi struktural homologi dengan immunoglobulin (antibodi), sel molekul adhesi, dan bahkan beberapa sitokin. Contoh, IL-1 reseptor.
f.       Reseptor TGF beta
Anggotanya dari transformasi faktor pertumbuhan beta superfamili, yang
tergolong kelompok ini, meliputi TGF-β1, TGF-β2, TGF-β3.
Reseptor sitokin bisa keduanya merupakan membran berbatas dan larut. Reseptor sitokin yang larut umumnya secara ekstrim sebagai pengatur fungsi sitokin. Aktivitas sitokin bisa dihambat oleh antagonisnya, yaitu molekul yang mengikat sitokin atau reseptornya. Selama berlangsungnya respon imun, fragmen-fragmen membran reseptor terbuka dan bersaing untuk mengikat sitokin.


Tabel 2.
Reseptor-reseptor sitokin ( http://en.wikipedia.org/wiki/Cytokine_reseptor: 2006)





Tipe

Contoh
Struktur
Mekanisme
Reseptor

a. Reseptor tipe 1 interleukin
Tergantung pada motif
JAK
tipe 1

b. Reseptor eritropoietin
ekstraseluler-asam
phosphory late


c. Reseptor GM-CSF
amino domain mereka.
dan


d. Reseptor faktor interleukin
Yang dihubungkan
mengaktifkan
e. Reseptor G-CSF
sampai Janus Kinase
protein-protein

f. Reseptor prolakin
(JAK) family dari
pada lintasan

g. Reseptor faktor penghambat
tirosin kinase.
transduksi

Leukemia

sinyalnya.
Reseptor
a. Reseptor tipe 2 interleukin


tipe 2
b. Reseptor interferon α / β



c. Reseptor gamma interferon




Berbagi homologi

Imunoglobin
a. Reseptor interleukin-1
struktural dengan

superfamili
b. CSF 1
imunoglobin-


c. C Reseptor
imunoglobin (antibodi),


d. ReseptorInterleukin 18
sel molekul-molekul



adhesi dan bahkan



berapa sitokin.

Reseptor
a. CD27


tumor
b. CD30
Sistein-kaya akan

nekrosis
c. CD40
ekstraseluler mengikat

faktor
d.CD120
Domain

family
e. Reseptor Lymphotoxin beta


Reseptor
a. Reseptor interleukin 8


kemokin
b. CCR1
Tujuh transmembran
G protein-

c. CXCR4
Heliks
berpasangan

d. Reseptor MCAF



e. Reseptor NAP-2


Reseptor
a. Reseptor TGF beta 1


TGF beta
b. Reseptor TGF beta 2












SIGNALLING CYTOKINE













JALUR SIGNAL JAK/ STAT
u  Tirosin kinase adalah sebuah enzim yang dapat mentransfer fosfat dari ATP ke protein dalam sel. Kelompok fosfat melekat pada asam amino tirosin pada protein. Reseptor tirosin kinase (RTK) adalah reseptor yang memiliki aktivitas kinase pada protein tirosin, yaitu mengkatalisis transfer fosfat dari ATP ke gugus hidroksil (OH) tirosin pada protein target. Contoh reseptor tirosin kinase adalah : Insulin R, IGF R tipe I, EGF (Djoko, 2010)
u  Reseptor sitokin merupakan salah satu anggota reseptor tirosin kinase yang tranduksi pensinyalannya melalui jalur Jak/STAT pathway. Sitokin adalah senyawa-senyawa endogen yang dilepaskan sel untuk saling berkomunikasi (cross-talk). Contoh sitokin adalah interleukin ( IL-1; IL-2, dst), tumor nekrosis alfa (TNF-α), interferon gamma ( IFN-γ), dll.
u  Transduksi signal reseptor sitokin melalui jalur JAK-STAT. Pada mulanya Jnus Kinase (JAK) dalam bentuk inaktif berasosiasi dengan reseptor sitokin baik tipe 1 maupun tipe 2 pada domain sitoplasma. Selanjutnya sitokin akan berikatan dengan reseptornya (Reseptor sitokin) dan akan menyebabkan JAK menjadi aktif. JAK yang aktif akan menyebabkan fosforilasi pada gugus tirosin (y) dan kompleks ikatan antara reseptor sitokin dengan molekul sitokin kemudian dapat diikat oleh protein STAT (signal transducer and activator of transcription). Peristiwa berikutnya, terjadi fosforilasi STAT dan dimerisasi STAT. STAT terdisosiasi dari reseptor dan akan mengikat bagian yang lain sehingga terjadi dimerisasi.  STAT dalam bentuk dimer ini kemudian masuk ke dalam nukleus dan akan menempati bagian promoter yang selanjutnya akan memicu transkripsi gen. Transkripsi gen tertentu akan mengarahkan pada ekspresi gen tertentu yang menginduksi sintesis protein tertentu, misalnya produksi antibodi IgE oleh limfosit, atau memicu respon seluler tertentu. Jalur JAK/STAT pathway oleh sitokin juga dapat  berperan dalam proses inflamasi
HUBUNGAN SITOKIN DENGAN PENYAKIT- PENYAKIT AUTOIMUN
1.      Sitokin dengan SLE
Lupus adalah penyakit inflamasi kronis yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang keliru sehingga mulai menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri. Inflamasi akibat lupus dapat menyerang berbagai bagian tubuh.
Patogenesis penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah faktor lingkungan dan faktor imunlogis dari dalam tubuh, faktor imunologis salah satunya adalah sitokin. Jenis situokin yang paling berhubungan dengan patogeninesis SLE  meliputi TNF-α, IFN- α, dan IL-12, IL-4, Il-10, !L-6. Selain itu beberapa imun sitokin bawaan seperti Proliferation inducing ligand (APRIL) dan B-cell activating factor (BAFF) yang diproduksi oleh sel APC seperti monosit, makrofag, dan sel dendritik merupakan faktor faktor yang penting dalam patogenesis SLE.
B cell activating factor (BAF) dan APRIL adalah dua sitokin dari kelompok TNF. Peranan dari BAF dan SLE dalam patogenesisnya sebenarnya belum diketahui secara pasti . serum level APRIL diketahui melalui beberapa pengujian meningkat pada fase aktif dari SLE dan beberapa peneliti menyimpulakn bahwa meningkatnya kada dari APRIL merupakan pertanda dari adanya aktivitas SLE.
TNF-α plasma level juga meningkat pada pasien dengan penyakit SLE, TNF –α menyebabkan peningkatan autoantibodi dan eksaserbasi SLE dengan menginduksi sitokin proinflamatori seperti IL-1 dan IL-6.
Plasma level dari IFN-α juga meningkat pada kondisi SLE, sitoki ini berhubungan dengan aktivitas SLE dan produksi sntibodi. Interferon alfa menginduksi lupus like syndrome terhadap pasien yang menjalani terapi malignansi dengan menggunakan interferon alfa.
IL-17 yag merupakan sitokin pri inflamatori mempunyai peranan yang penting dalam regulasi inflamasi pada SLE. Pada pasien lupus serum level dari interleukin ini meningkat secara signifikan, selain itu interleukin-17 secara signifikan menginduksi proliferasi sel B dan produksi antibodinya.IL-10 juga mempunyai peranan dalam SLE, sitokin ini menstimulasi aktivitas, proliferasi, dan disparsiti pada sel b. IL-10 juga menyebabkan penurunan apoptosis pada sel B autoreaktif selain itu juga menyebabkan peningkatan pada produksi autoantibodi.
Serum plasma Interleukin-21 meningkat pada pasien SLE. Interleukin-21 diproduksi dari sel Th folikular. Interleukin-21 memicu diferensiasi dan evolusi pada sel Th dan menstimulasi prodksi antibodi pada sel B autoreaktif.

2.      Sitokin dengan MS (Multiple Schlerociss)
Pada MS, sitokin yang terlibat dalam patogenesisnya adalah IL-17, IL-23. IL 23 merupakan sitokin yang dapat menginduksi pembentukan sitokin lain, yaitu sitokin IL-17. IL-23 dapat menyebabkan peubahan kemokin reseptor pada sel T, saah satunya adalah kemokin reseptor 6. IL-3 bersama limfosit Th-17 juga menyebabkan terjadinya inflamasi dan terjadinya lesi.
Pada MS terjadi ketidakseimbangan antara sitokin proinflamatori dan sitokin antiinflamatori. Level dari sitokin Th-1 yang merupakan sitokin proinflamatori pada pasien yang menderita MS sangat tinggi. Namun, pada pasien yang menjalani terapi dan masuk fase penyembuhan, sitokin Th-2 yang merupakan sitokin antiinflamatori, jumlahnya mulai meningkat.

3.      Sitokin dengan Myastenia Gravis
MG adalah penyakit autoimun inflamatori pada neuromuskular. Pada sebuah penelitian menggunakan 43 pasien MG, diketahui bahwa serum level dari proliferasi inducing ligant (April), IL-19, IL-20, IL-28A dan IL-35 meningkat secara signifikan dibandingkan dengan orang sehat.  Ada analisis klinis subtipe MG, April dan IL-20 meningkat pada pasien dengan MgGonset lambat, sedangkan IL-28A meningkat pada pasien dengan tiomoma associated MG. hasil dari penelitian lain menujukan bahwa pada pasien MG, jumlah dari sitokin antiinflamatori dan sitokin proinflamatori tidak terkontrol jumlahnya.
Level serum IL-17 mengalami peningkatan pada MG dan jumlahnya berbanding lurus dengan tingkat keparahan penyakit ini. sedangkan level serum dari IL-22 menurun. Walaupun sitokin-sitokin yang berperan dalam patologis MG telah dketahui, namun mekanisme pasti dari sitokin ini dalam mempengaruhi MG belum diketahui secara pasti.

4.      Sitokin dengan Diabetes Melitus Tipe I
Beberapa faktor meliputi faktor genetik dan kehadiran autoantibodi terlibat dalam DM tipe I. fungsi dari sel T autorektif dan kereaktifan mereka pada DM tipe 1 sebenarnya belum terlalu dipahami. Sitokin mempunyai pengaruh besar terhadap fungsi imunolgi, inisiasi dan perkembangan penyakit DM tipe I. banyak data yang mengindikasikan bahwa peranan penting dari limfosit dan makrofag dalam perusakan sel B pankreas sehingga terjadi pengurangan produksi insulin. Perusakan dari sel B pankreas diakibatkan meningkatnya ekspresi dari sitokin proinflamatori seperti IL-1, TNF- α, dan IFN- α.
Selain itu, ketika sel B melepaskan protein insulin, protein tersebut akan terabsorpsi oleh APC pada pulau Langerhans dan akan ditransformasikan menjadi antigen peptida, hal ini menginduksi sekresi dari IL-1 dan TNF oleh APC dan augmentasi dari sinyal kostimulasi, yang akan menginduksi ekspresi dari gen limfokin pada Th limfosit dan sntesis IFN- ɣ. IFN- ɣ akan menstimulasi kembali sekresi IL-1 dan TNF. Peningkatan dari produksi IL-1 sitotoksik terhadap sel B pankreas, karena IL 6 mnginduksi produksi radikal bebas dalam pulau Langerhans.
Dapat disimpulkan bahwa sitokin-sitokin seperti IL-1, TNF-α, dan IFN-ˠ dapat mengganggu produksi dari insulin oleh sel B pankreas.















DAFTAR ISI

Hasheminia, Sayed dkk. 2017. Cytokine Gene Expression in Newly Diagnosed Multiple Sclerosis Patients. Iran : Tehran Univercity of Medical Sciences (diakses, 19 Desember 2016)
Zvezdanovi, Lilika dkk. 2016. . The Significance Of Cytokines In Diagnosis Of Autoimmune Diseases. Serbia : Centre of Medical Biochemistry (diakses, 19 Desember 2016)
JM, Dayer ,dkk. 1986. Human recombinant interleukin 1 stimulates collagenase and prostaglandin E2 production byhuman synovial cells. J Clin Invest (diakses, 19 Desember 2016)
A,Rabinovitch. 1998. An update on cytokines in the pathogenesis of insulin-dependent diabetes mellitus. Diabetes  Metab Rev ; (diakses, 19 Desember 2016)
MA, Atkinson MA, dkk. 1994. The pathogenesis of insulin-dependent diabetes mellitus. N Engl J Med (diakses, 19 Desember 2016)
Soeroso, Admadi. 2007. Sitokin. Fakultas Kedokteran. Surakarta : Universitas Sebelas Maret (diakses, 19 Desember 2016)
Madonna, Vera. 2015. Kadar Sitokin Interleukin-17 Dalam Serum Pasien Psoriasis Dan Hubungannya Dengan Keparahan Penyakit. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan. (diakses, 19 Desember 2016)
Djamal, N.Z. 1999. Peran Sitokin dalam Patogenesis Berbagai Kelainan Mukosa Mulut. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (diakses, 19 Desember 2016)
CF, Verge. 1996. Prediction of type 1 diabetes in first--degree relatives using a combination of insulin, GAD, and ICA512bdc/IA-2 autoantibodies. Diabetes  (diakses, 19 Desember 2016)
VK , Kuchroo, dkk. 2002. Cytokines and Autoimmune Diseases. Humana Press Inc. Totowa, NJ  (diakses, 19 Desember 2016)