TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN OBAT DAN MAKANAN
PENGERTIAN
Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksud
untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi.
Menghilangkan, Menyembuhkan
penyakit atau gejala penyakit luka
atau
kelainan pada manusia termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia.
Makanan adalah : produk pangan yang siap hiding atau yang langsung dapat dimakan. Makanan biasanya dihasilkan dari bahan pangan setelah terlebih dahulu diolah atau dimasak. .
TINDAK PIDANA OBAT DAN MAKANAN
Banyaknya obat-obat tanpa izin edar pada saat
sekarang ini, menyebabkan khasiat dari obat-obatan tersebut menjadi tidak ada, bahkan sangat berbahaya.
Dalam keputusan kepala badan pengawas obat dan makanan RI No:hk.00.05.3.1950 tentang kriteria dan tata laksana registrasi obat, disebutkan bahwa izin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan
di wilayah indonesia. Apabila ada obat yang tanpa registrasi terlebih dahulu maka obat tersebut adalah obat ilegal, dan ada juga yang disebut obat
bantuan pemerintah yang harus diawasi predarannya. Dalam hal ini obat yang teregistrasi yaitu obat yang diproduksi oleh badan yang sah melakukan produksi obat-obatan yaitu perusahaan industry farmasi.
Tujuannya yaitu agar obat tersebut
berkhasiat aman dan bermutu, bermanfaat nyata atas kebutuhan. Konsekwensi dari orang yang melakukan peredaran obat- obatan tanpa izin edar dikenakan sanksi
maksimal yaitu 7 tahun.Hal ini disebutkan dalam peraturan
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Pasal yang mengatur tentang
obat-obatan tersebut yaitu
pasal 81 ayat (2) c. Setiap orang yang
disangka melakukan peredaran obat-obatan tersebut, harus pula dibuktikan dipengadilan
dengan alat-alat bukti yang sah. Pasal 81 ayat
(2) c, yakni :
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh jula
rupiah)
Dalam
undang undang no 35 tahun 2009, tindak pidana prekursor pidana setiap orang yang tanpa hak dan melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun penjara dan paling lama 20 tahun penjara dan denda paling
banyak 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah).
Dengan klasifikasi tindak
pidana sebagai berikut:
a)
memiliki, menyimpan, menguasai, dan menyediakan precursor Narkotika
untuk pembuatan Narkotika;
b)
memproduksi, mengimpor, dan mengekspor, menyalurkan precursor untuk pembuatan Narkotika;
c)
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan precursor Narkotika
untuk pembuatan Narkotika;
d)
membawa, mengirim, dan mengangkut, atau mentransito precursor Narkotika untuk pembuatan Na rkotika.
SANGSI BAGI PECANDU
Yang dimaksud pecandu
narkotika adalah orang yang menggunakan dan atau
menyalahgunakan narkotika
dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika,
baik secara fisik maupun psikis. Ketergantungan narkotika merupakan kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkotika
secara terus menerus
dan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi
dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik atau psikis yang
khas.
Pecandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan atau dilaporkan oleh keluargannya ke pusat kesehatan masyarakat,
rumah sakit atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah agar
mendapat pengobatan
secepatnya. Telah jelas
bagi para pecandu dan penyalahgunaan
narkotika wajib mendapatkan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial (ketentuan
pasal 54 dan 55).
SANGSI BAGI PARA PENGEDAR
• Sangsi bagi para pengedar narkotika diatur dalam pasal 115, 120, 125 Undang-
Undang No. 35 tahun 2009.
Contoh kasus penyalahgunaan obat
Saya mempunyai seorang teman yang bekerja pada
seorang Sinsei (ahli obat - obatan dari Cina).
Dia bekerja sebagai seorang penerjemah
berhubung Sinsei
ini adalah orang asli Cina dan tidak
memiliki kemampuan berbahasa Indonesia. Hubungan ini baru berjalan 3 bulan, dan sudah banyak pasien yang
telah berobat padanya dan sembuh. Suatu saat, di tengah jalan dilakukan pemeriksaan KTP
oleh polisi, Sinsei ini ternyata seorang imigran gelap. Teman saya pun dituduh sebagai partner, (padahal faktanya hanya
sebagai pekerja) sehingga keduanya, baik teman saya dan Sinsei tersebut
dijerat dengan Undang-Undang, dimana mereka dianggap sebagai
pengedar obat-obatan
tanpa izin.
Sebagai imigran gelap, berarti Sinsei tersebut diduga melanggar ketentuan keimigrasian Indonesia sebagaimana diatur dalam UU No. 6
Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Ketentuan keimigrasian antara lain mengatur bahwa setiap Orang Asing
yang masuk dan/atau
berada di Wilayah Indonesia yang tidak memiliki dokumenPerjalanan dan Visa
yang sah dan masih berlaku sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratusjuta rupiah) (lihat Pasal 119 ayat [1] UU 6/2011).
Pemerintah juga telah menetapkan bahwa obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetika dan
alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar
(lihat Pasal 106 ayat [1] jo.
Pasal 1 ayat [4] UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Sehingga, apabila Sinsei tersebut mengedarkan obat tanpa izin
edar, Sinsei tersebut melanggar Pasal 197 UU
36/2009 yang menyebutkan
bahwa setiap orang yang dengan
sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak
memiliki izin edar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu
miliar lima ratus juta rupiah).(Hukum
online.com )
CONTOH KASUS PENYALAHGUNAAN MAKANAN
• Kasus Penyalahgunaan Zat Berbahaya bagi Produk Pangan di Indonesia. Sebagian besar kasus keracunan makanan berasal dari
jasa boga (katering). Data nasional yang dirangkum BPOM selama 4 tahun terakhir juga menjelaskan, bahwa industry jasa boga dan produk makanan rumah tangga memberikan kontribusi yang paling besar (31%) dibandingkan dengan pangan olahan (20%); jajanan (13%) dan lain-lain (5%). Data dari Badan POM tentang kejadian
luar biasa (KLB) keracunan makanan dari tahun 2001-2006 menunjukkan peningkatan baik dari jumlah kejadian maupun jumlah korban yang sakit dan meninggal. Walaupun demikian, korban meninggal ditengarai mungkin hanya 1 % saja sesuai dengan perkiraan WHO.
• Sepanjang tahun 2006 (pertanggal 23 Agustus 2006) dilaporkan jumlah KLB mencapai 62 kasus dengan 11.745 orang yang mengkonsumsi makanan dan 4.235 orang jatuh sakit serta 10 meninggal. Tahun 2005 terjadi 184 KLB, 23.864 orang yang mengkonsumsi makanan, 8.949 orang jatuh sakit serta 49 orang meninggal. Berdasarkan penyebab terjadi KLB (per-23 Agustus 2006) 37
kasus tidak jelas asalnya, 11 kasus disebabkan
mikroba dan 8 kasus tidak ada sample. Pada tahun 2005 KLB yang tidak jelas asalnya (berasal dari umum) sebanyak 95 kasus, tidak ada sample 45 kasus dan akibat mikroba 30 kasus.
HASIL KAJIAN DAN ANALISA BPKN JUGA MASIH MENEMUKAN ADANYA PENGGUNAAN BAHAN
TERLARANG DALAM PRODUK MAKANAN SEBAGAI BERIKUT :
1. Ditemukan penggunaan bahan bahan terlarang seperti bahan pengawet, pewarna, pemanis dan lainnya yang bukan untuk pangan (seperti rhodamin B
dan methanil yellow). Ada dua kategori bahan pengawet yang biasa dipakai pelaku usaha, pertamabahan pengawet yang tidak boleh dipergunakan sama sekali dan kedua, bahan yangboleh digunakan tapi sudah berada di atas ambang batas yang telah ditentukan.
2. Penyalahgunaan bahan kimia berbahaya lainnya juga ditemui pada produk pangan,terutama penggunaan formalin, dan boraks. Pemakaian formalin terutama ditemui pada produk pangan berasam rendah seperti mie basah, tahu, ikan asin dan ikan segar.
3. Penyalahgunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi dosis yang diizknkan antara lain ditemui pada penggunaan pemanis buatan (sakarin dan siklamat).
4. Mengenai penggunaan BTP sendiri sampai saat ini belum ada angka yang pasti
Data Badan POM di 5 provinsi pada tahun 1999-2001 menunjukkan bahwa sekitar
89,8% produk pangan mengandung BTP yang terdiri dari 35,6% produk pangan mengandung boraks, 41,2% mengandung formalin, 10,4% mengandung pewarna Rodhamin B dan 1,9% mengandung pewarna Amaran.
HUKUMAN BAGI PARA OKNUM PENYALAHGUNAAN ZAT BERBAHAYA DALAM PRODUK PANGAN DI INDONESIA
•Hukuman bagi pelaku usahapun masih terlalu
ringan, misalnya yang terbukti bersalah hanya
divonis penjara 3-6 bulan sedangkan dendanya
hanya Rp. 200.000, Dasar hukum yang dipakai oleh hakim dan jaksa hanya KUHP atau
peraturan daerah. Sedangkan dalam UU perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 pelanggan terhadap kesehatan konsumen dapat dikenakan hukuman maksimal 5 tahun berikut
denda hingga Rp 2 milyar.
No comments:
Post a Comment