MAKALAH SITOKIN
Ditujukan untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Imunologi
Dosen : Ari Yuniarto, M.Si., Apt.
KELOMPOK
V
EKSTENSI FA1
ANGGOTA
KHADIJA RAIDA (13161005)
DIONISIUS K.
D. Y. AKA RANGGA (13161010)
MAEMAH (13161015)
YAYA SUKARYA (13161025)
LUTHFI
FATHINAH H. (13161026)
PIO ARI
PRASASTI (13161031)
HYASINTA WITRI
ELFIRA (13161036)
DISACIKITA
PUTRI E. (13161049)
MARIA YOLANDA
A. M. DAPA (13161041)
SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG
2016
SITOKIN
1.
Pengertian
Sitokin
Sitokin
adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kDa, sebagai
mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoiesis, yang disekresikan
oleh sel-sel tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal antara sel-sel lokal, dan dengan
demikian memiliki efek pada sel-sel lain. Nama dari sitokin bermacam-macam
tergantung dari tempat produksinya dan perannya, yaitu :
a. Monokin, merupakan produk dari
fagosit mononuclear ;
b. Limfokin, merupakan produk dari
limfosit ;
c. Interleukin (IL), berkaitan dengan
perannya antar sel leukosit ; dan
d. Lain-lain : Interferon (IFN), growth
factors (CSF), TNF, Khemokin
2.
Ciri
Umum Sitokin
a.
Diproduksi
oleh sel-sel yang terlibat dalam respon imun
b.
Mediator
dan regulator respon imun dan inflamatori.
c.
Dapat
meningkatkan atau menghambat sintesis sitokin lainnya.
d.
Dapat
meningkatkan atau menghambat aksi sitokin lainnya. Efek ini dapat berupa:
antagonis, aditif maupun sinergis.
e.
Mengikat
reseptor spesifik dengan afinitas yang tinggi.
f.
Sitokin
dapat bekerja dgn 3 cara yang berbeda, yaitu : autokrin, parakrin dan endokrin.
g.
Respon
seluler terhadap sitokin, pada umumnya lambat dan memerlukan sintesis mRNA dan
protein baru.
h.
Sekresinya
singkat dan terbatas.
i.
Sitokin
tidak disimpan sebagai bentuk pre-molekul.
j.
Sintesisnya
diinisiasi oleh transkripsi gen baru yang hidupnya singkat. Produksinya
dilakukan jika diperlukan.
3.
Fungsi
Sitokin
a.
Fungsi
Umum
Sitokin
tidak tersedia sebagai molekul yang siap digunakan, melainkan sintesa sitokin
diawali oleh transkripsi gen baru yang sesaat, sebagai hasil aktivasi seluler.
Sitokin seringkali bekerja secara pleiotropic, yaitu sitokin mempunyai
pengaruh/bekerja pada berbagai sel target dan redundant yang berarti
beberapa/berbagai sitokin melaksanakan fungsi yang sama terhadap satu
jenis sel. Suatu jenis sitokin sering mempengaruhi kerja dan sintesa sitokin
lain.
Kemampuan
ini menuju pada kaskade dimana sitokin kedua dan ketiga dapat memfasilitasi
pengaruh biologik dari sitokin pertama. Sitokin dapat bekerja secara lokal (autocrine
action) atau pada sel lain di dekatnya (paracrine action), dan
bahkan dapat bekerja secara sistemik (endocrine action). Sitokin
mengawali kerjanya dengan mengikatkan diri secara kuat pada reseptor,
pada membrane yang spesifik dari sel target. Ekspresi reseptor sitokin diatur
oleh sinyal eksternal spesifik, misalnya, stimulasi limfosit T ataupun B oleh
antigen, menyebabkan peningkatan ekspresi reseptor sitokin. Respons seluler
terhadap sitokin terdiri atas perubahan dalam ekspresi gen dalam sel target,
bermuara pada ekspresi fungsi baru dan proliferasi sel target. Sitokin
seringkali mempunyai berbagai efek pada sel target yang sama. Untuk berbagai
sel target, sitokin berfungsi sebagai regulator dalam pembelahan sel.
Fungsi
sitokin dapat disebutkan dalam beberapa kategori, yaitu sebagai mediator
imunitas bawaan, mengatur aktivasi, pertumbuhan dan diferensiasi sel limfosit,
mengatur immune mediated inflammation, merangsang leukosit yang belum
matang/ immature dalam pertumbuhan dan diferensiasi. Fungsi
dasar sitokin yang diproduksi akibat adanya respons terhadap rangsangan yang
bersifat imunologik, berperan utama dalam kelanjutan hidup sel, proliferasi
sel, diferensiasi sel dan kematian sel.
1)
Aktivasi
sel T
Antigen
yang ditangkap sel APC (Antigen
Presenting Cell) dipresentasikan ke reseptor pada sel Tc dan sel Th. APC
memproduksi sitokin IL-1 yang merangsang sel T untuk berproliferasi dan berdifferensiasi.
Hasil aktivasi sel T adalah sel Th dan sel memori, Apabila sel memori mengalami
aktivasi ulang, maka sel Th akan berdifferensiasi menjadi sel Th1 dan sel Th2. Sel
Th1 lebih berperan pada reaksi seluler seperti hipersensitivitas tipe IV (tipe
lambat), sedangkan sel Th2 berperan pada reaksi humoral, seperti
hipersensitivitas tipe I (tipe cepat) yang melibatkan peran antibody (IgE). Sitokin
sel Th1 berupa IFN, IL-2, TNF, IL-3 Sitokin
sel Th2 berupa IL-3, IL-4, IL-5, IL- 10
2)
Aktivasi
sel B
Aktivasi
sel B oleh sitokin sel Th terjadi dalam 3 tingkatan, yaitu aktivasi,
proliferasi dan differensiasi menjadi sel plasma, yang memproduksi antibodi
(Ig). IL-1 : faktor differensiasi sel B (B cell differentiation factor) atau
BCDF, IL-5 : faktor pertumbuhan sel B (B cell growth factor/ BCGF). Kebanyakan
Ag menimbulkan respon sel B dengan bantuan sel T (Ag-T dependent) tetapi
beberapa Ag mampu mengaktivkan sel B untuk memproduksi Ig tanpa bantuan sel T
(Ag-T independent). Contoh : polisakarida, dekstran dan ficoll yang mempunyai
banyak Ag determinan (epitop). Ig yang diproduksi terutama adalah IgM dan tidak
dibentuk sel memori.
3)
Aktivasi
Makrofag Dan Monosit
Aktivasi monosit dan makrofag dirangsang oleh adanya
endotoksin bakteri dan IFN-γ yang dilepas oleh sel T, sehingga menghasilkan
bahan aktif seperti IFN-α, IL-1, GM-CSF (Granulocyt Monocyt-Colony Stimulating
Factor). Aktivasi utama IFN-γ : - mencegah replikasi dan sintesis protein
virus; menginduksi ekspresi MHC-II di sel dan jaringan sehingga sel menjadi
aktif dalam presentasi antigen; meningkatkan ekspresi Fc-R pada makrofag;
mengaktifkan neutrofil dan makrofag untuk meningkatkan aktivitas mikrobisidal
dan tumorisidal; mencegah pertumbuhan sel Th2; dan meningkatkan aktivitas sel
NK
4)
Pengaruh
Sitokin terhadap Inflamasi
Endotoksin dan trauma fisik dapat menimbulkan
pelepasan sitokin yang berperan pada inflammasi akut, baik lokal maupun
sistemik, seperti IL-1, TNF dan IL-18. IL-18 juga memiliki efek antitumor
karena IL-18 dapat mengaktifkan sel NK. IL-18 dapat pula menginduksi IFN-γ,
akibat berbagai rangsangan seperti bakteri, rangsangan kulit dan saluran cerna.
5)
Efek
Sitotoksik Sitokin
Terdapat limfokin yang menunjukkan efek sitotoksik
dan dapat membunuh penyebab infeksi dan sel tumor dengan langsung atau tidak
langsung, melalui aktivitas sel NK.
TNF-α mempunyai efek sitotoksik langsung terhadap
sel tumor, sedangkan IL-2 merangsang sel LAK (Lymphokine Activated Killer Cell)
yang sitotoksik terhadap tumor.
b.
Fungsi
Khusus
Sitokin
|
Sel penghasil
|
Sel target
|
Fungsi
|
|
|
|
GM-CSF
|
|
|
Pertumbuhan
|
dan
|
differensiasi
|
|
Sel Th
|
Sel-sel progenator
|
monosit dan
DC
|
|
|
|
|
|
Monosit
|
Sel – sel Th
|
co-stimulasi
|
|
|
|
IL-1α
|
Makrofag
|
|
|
|
||
Sel – sel B
|
Maturasi dan proliferasi
|
|
||||
IL-1β
|
Sel – sel B
|
|
|
|
|
|
Sel – sel NK
|
Aktivasi
|
|
|
|
||
|
DC
|
|
|
|
||
|
Bervariasi
|
Inflamasi, fase respon akut,
demam
|
|
|||
|
|
|
|
|
||
IL-2
|
Sel-sel Th1
|
Pengaktifan sel
T
|
Pertumbuhan,
proliferasi,aktivasi
|
|
||
|
|
dan B, sel-sel NK
|
|
|
|
|
IL-3
|
Sel-sel Th
|
Sel pokok
|
Pertumbuhan dan differensiasi
|
|
||
|
|
|
|
|
||
Sel mast
|
Pertumbuhan
|
dan
|
pelepasan
|
|
||
|
Sel-sel NK
|
|
||||
|
|
histamin
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
IL-4
|
Sel-sel Th2
|
Pengaktifan Sel B
|
Proliferasi
dan differensiasi lgG1
|
|
||
|
dan sintesis
Ig E
|
|
|
|
||
|
|
Makrofag
|
MHC klas II
|
|
|
|
|
|
Sel-sel T
|
Proliferasi
|
|
|
|
IL-5
|
Sel-sel Th2
|
Pengaktifan sel B
|
Proliferasi dan differensiasi
sintesis
|
|
||
|
|
|
lgA
|
|
||
|
|
|
|
|
||
|
Monosit
|
Pengaktifan sel B
|
Differensiasi sel plasma
|
|
||
|
Makrofag
|
|
|
|
||
|
Sel plasma
|
Sekresi antibodi
|
|
|||
IL-6
|
Sel-sel Th2
|
|
|
|
||
Sel pokok
|
Differensiasi
|
|
||||
|
Sel-sel stromal
|
|
|
|
||
|
Bervariasi
|
Respon fase akut
|
|
|||
Il-7
|
Stroma
|
Sel pokok
|
Differensiasi kedalam
progenitor
|
|
||
|
sumsum,timus
|
|
sel T dan B.
|
|
||
IL-8
|
Makrofag
|
Neutrofil-neutrofil
|
Kemotaksis
|
|
||
|
Sel endotelium
|
|
|
|
||
IL-10
|
Sel-sel Th2
|
Makrofag
|
Produksi sitokin
|
|
||
|
|
Sel-sel B
|
Aktivasi
|
|
||
IL-12
|
Makrofag
|
Pengaktifan sel-sel
|
Differansiasi CTL (dengan IL-2)
|
|
||
|
Sel-sel B
|
Tc
|
|
|
||
|
|
Sel-sel NK
|
Pengaktifan
|
|
||
IFN-α
|
Leukosit
|
Bervariasi
|
Replikasi virus, ekspresi MCH I
|
|
||
IFN-β
|
Fibroblas
|
Bervariasi
|
Replikasi virus, ekspresi MCH I
|
|
||
IFN-γ
|
Sel-sel Th1
|
Bervariasi
|
Replikasi virus
|
|
||
Makrofag
|
Respon MHC
|
|
||||
|
Sel-sel Tc, sel-
|
|
|
|
||
|
Pengaktifan sel B
|
Perubahan
Ig menjadi IgG2a
|
|
|||
|
sel NK
|
|
|
|
||
|
Sel-sel Th
|
Proliferasi
|
|
|||
|
|
Makrofag
|
Eliminasi patogen
|
|
||
MIP-1α
|
Makrofag
|
Monosit, sel-sel T
|
Kemotaksis
|
|
||
MIP-1β
|
Limfosit
|
Monosit, sel-sel T
|
Kemotaksis
|
|
||
|
|
Monosit, Makrofag
|
Kemotaksis
|
|
||
TGF-β
|
Sel T, monosit
|
Pengaktifan
|
Sintesis IL-1
|
|
||
makrofag
|
|
|
||||
|
|
Pengaktifan sel B
|
Sintesis lgA
|
|
||
|
|
Bervariasi
|
Proliferasi
|
|
||
|
Makrofag
|
Makrofag
|
Ekspresi CAM dan sitokin
|
|
||
TNF-α
|
Sel mast, sel-sel
|
|
|
|
||
Sel tumor
|
Sel mati
|
|
||||
|
NK
|
|
|
|
||
TNF- β
|
Sel Th1 dan Tc
|
Fagosit-fagosit
|
Fagositosis, tidak ada produksi
|
|
||
|
Sel tumor
|
Sel mati
|
|
4.
Mekanisme
Kerja
a.
Autokrin: Sitokin mempengaruhi
sel yang memproduksinya
b.
Parakrin: Sitokin mempengharuhi
sel target yang dekat
c.
Endokrin: Sitokin mempengaruhi
sel yang cukup jauh melalui sistem sirkulasi
5.
Sifat-Sifat
Sitokin
No.
|
|
|
1.
|
|
Pleiotropy: Satu sitokin dapat
mempengaruhi beberapa sel yang berbeda dan menghasilkan efek yang berbeda.
|
2.
|
|
Redundancy : Satu sitokin
dengan sitokin yang lain yang berbeda jenis dapat memberikan efek yang sama
terhadap sel target.
|
3.
|
|
Sinergi : Beberapa sitokin
bekerja sama untuk memunculkan suatu fenomena.
|
4.
|
|
Antagonis : Sitokin yang satu
dapat memblokade kerja dari sitokin yang lain.
|
5.
|
|
Cascade : Sitokin dapat
menstimulasi produksi sitokin yang lain.
|
6.
|
|
Pengatur
regulasi reseptor :
-
Meningkatkan
regulasi
: Stimulasi proliferasi dan produksi sitokin.
-
Menurunkan
regulasi
: Inhibisi proliferasi dan produksi sitokin. Contoh : IL-10, IL-11, TGF-β.
|
7.
|
|
Sitokin
mempunyai peranan kunci dalam regulasi hematopoiesis, imunitas bawaan, dan
imunitas dapatan.
|
6.
Reseptor
Sitokin
Sitokin
bekerja pada sel-sel targetnya dengan mengikat reseptor-reseptor membran
spesifik. Reseptor dan sitokin yang cocok dengan reseptor tersebut dibagi ke
dalam beberapa kelompok berdasarkan struktur dan aktivitasnya. Klasifikasi
reseptor sitokin berdasarkan pada struktur tiga-dimensi yang dimiliki.
a. Reseptor
sitokin tipe 1 ( Haemopoitin Growth Factor family )
Anggota-anggotanya
memiliki motif tertentu pada ekstraseluler asam-amino domain.
Contoh, IL-2 reseptor memiliki rantai –γ
(umumnya untuk beberapa sitokin lain) yang kurang sehingga secara langsung
bertanggung jawab atas x-linked Severe Combined Immunodeficiency (X-SCID).
X-SCID menyebabkan hilangnya aktivitas kelompok sitokin ini.
b. Reseptor
sitokin tipe 2 ( Interferon )
Anggota-anggotanya
adalah reseptor-reseptor terutama untuk interferon.
Reseptor-reseptor kelompok interferon
memiliki sistein residu (tetapi tidak rangkain Trp-Ser-X-Trp-Ser) dan mencakup
reseptor-reseptor untuk IFNα, IFNβ, IFNγ.
c.
Reseptor sitokin tipe 3
( Tumor Necrosis Factor family )
Anggota-anggotanya berbagi sistein-ekstraseluler
yang umumnya banyak mengikat domain, dan termasuk beberapa non-sitokin lain
seperti CD40, CD27, dan CD30, selain yang diberi nama (TNF)
d. Reseptor
kemokin
Reseptor kemokin mempunyai tujuh
transmembran heliks dan berinteraksi dengan G protein. Kelompok ini mencakup
reseptor untuk IL-8, MIP-1, dan RANTES. 1
Reseptor kemokin, dua diantaranya beraksi mengikat protein untuk HIV (CXCR4 dan
CCR5), yang juga tergolong ke dalam kelompok ini.
e. Immunoglobulin
(Ig) superfamili
Immunoglobulin
(Ig) yang sudah ada seluruhnya pada beberapa sel dan
jaringan dalam tubuh vertebrata, dan
berbagi struktural homologi dengan immunoglobulin (antibodi), sel molekul
adhesi, dan bahkan beberapa sitokin. Contoh, IL-1 reseptor.
f. Reseptor
TGF beta
Anggotanya
dari transformasi faktor pertumbuhan beta superfamili, yang
tergolong kelompok ini, meliputi TGF-β1,
TGF-β2, TGF-β3.
Reseptor sitokin bisa
keduanya merupakan membran berbatas dan larut. Reseptor sitokin yang larut
umumnya secara ekstrim sebagai pengatur fungsi sitokin. Aktivitas sitokin bisa
dihambat oleh antagonisnya, yaitu molekul yang mengikat sitokin atau
reseptornya. Selama berlangsungnya respon imun, fragmen-fragmen membran
reseptor terbuka dan bersaing untuk mengikat sitokin.
Tabel 2.
|
||||
|
|
|
|
|
Tipe
|
|
Contoh
|
Struktur
|
Mekanisme
|
Reseptor
|
|
a. Reseptor tipe 1 interleukin
|
Tergantung pada motif
|
JAK
|
tipe 1
|
|
b. Reseptor eritropoietin
|
ekstraseluler-asam
|
phosphory late
|
|
|
c. Reseptor GM-CSF
|
amino domain mereka.
|
dan
|
|
|
d. Reseptor faktor interleukin
|
Yang dihubungkan
|
mengaktifkan
|
e. Reseptor G-CSF
|
sampai Janus Kinase
|
protein-protein
|
||
|
f. Reseptor prolakin
|
(JAK) family dari
|
pada lintasan
|
|
|
g. Reseptor faktor penghambat
|
tirosin kinase.
|
transduksi
|
|
|
Leukemia
|
|
sinyalnya.
|
|
Reseptor
|
a. Reseptor tipe 2 interleukin
|
|
|
|
tipe 2
|
b. Reseptor interferon α / β
|
|
|
|
|
c. Reseptor gamma interferon
|
|
|
|
|
|
Berbagi homologi
|
|
|
Imunoglobin
|
a. Reseptor interleukin-1
|
struktural dengan
|
|
|
superfamili
|
b. CSF 1
|
imunoglobin-
|
|
|
|
c. C Reseptor
|
imunoglobin (antibodi),
|
|
|
|
d. ReseptorInterleukin 18
|
sel molekul-molekul
|
|
|
|
|
adhesi dan bahkan
|
|
|
|
|
berapa sitokin.
|
|
|
Reseptor
|
a. CD27
|
|
|
|
tumor
|
b. CD30
|
Sistein-kaya akan
|
|
|
nekrosis
|
c. CD40
|
ekstraseluler mengikat
|
|
|
faktor
|
d.CD120
|
Domain
|
|
|
family
|
e. Reseptor Lymphotoxin beta
|
|
|
|
Reseptor
|
a. Reseptor interleukin 8
|
|
|
|
kemokin
|
b. CCR1
|
Tujuh transmembran
|
G protein-
|
|
|
c. CXCR4
|
Heliks
|
berpasangan
|
|
|
d. Reseptor MCAF
|
|
|
|
|
e. Reseptor NAP-2
|
|
|
|
Reseptor
|
a. Reseptor TGF beta 1
|
|
|
|
TGF beta
|
b. Reseptor TGF beta 2
|
|
|
SIGNALLING
CYTOKINE
JALUR SIGNAL JAK/ STAT
u Tirosin kinase adalah
sebuah enzim yang dapat mentransfer fosfat dari ATP ke protein dalam sel.
Kelompok fosfat melekat pada asam amino tirosin pada protein. Reseptor
tirosin kinase (RTK) adalah reseptor yang memiliki aktivitas kinase pada
protein tirosin, yaitu mengkatalisis transfer fosfat dari ATP ke gugus
hidroksil (OH) tirosin pada protein target. Contoh reseptor tirosin kinase
adalah : Insulin R, IGF R tipe I, EGF (Djoko, 2010)
u Reseptor sitokin
merupakan salah satu anggota reseptor tirosin kinase yang tranduksi
pensinyalannya melalui jalur Jak/STAT pathway. Sitokin adalah senyawa-senyawa
endogen yang dilepaskan sel untuk saling berkomunikasi (cross-talk). Contoh
sitokin adalah interleukin ( IL-1; IL-2, dst), tumor nekrosis alfa (TNF-α), interferon gamma (
IFN-γ), dll.
u Transduksi signal
reseptor sitokin melalui jalur JAK-STAT. Pada mulanya Jnus Kinase (JAK) dalam
bentuk inaktif berasosiasi dengan reseptor sitokin baik tipe 1 maupun tipe 2
pada domain sitoplasma. Selanjutnya sitokin akan berikatan dengan reseptornya
(Reseptor sitokin) dan akan menyebabkan JAK menjadi aktif. JAK yang aktif akan
menyebabkan fosforilasi pada gugus tirosin (y) dan kompleks ikatan antara
reseptor sitokin dengan molekul sitokin kemudian dapat diikat oleh protein STAT
(signal transducer and activator of transcription). Peristiwa berikutnya,
terjadi fosforilasi STAT dan dimerisasi STAT. STAT terdisosiasi dari reseptor
dan akan mengikat bagian yang lain sehingga terjadi dimerisasi. STAT
dalam bentuk dimer ini kemudian masuk ke dalam nukleus dan akan menempati
bagian promoter yang selanjutnya akan memicu transkripsi gen. Transkripsi gen
tertentu akan mengarahkan pada ekspresi gen tertentu yang menginduksi sintesis
protein tertentu, misalnya produksi antibodi IgE oleh limfosit, atau memicu
respon seluler tertentu. Jalur JAK/STAT pathway oleh sitokin juga dapat
berperan dalam proses inflamasi
HUBUNGAN SITOKIN DENGAN PENYAKIT-
PENYAKIT AUTOIMUN
1.
Sitokin dengan SLE
Lupus adalah penyakit inflamasi kronis yang
disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang keliru sehingga mulai menyerang
jaringan dan organ tubuh sendiri. Inflamasi akibat lupus dapat menyerang
berbagai bagian tubuh.
Patogenesis penyakit ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain adalah faktor lingkungan dan faktor imunlogis dari
dalam tubuh, faktor imunologis salah satunya adalah sitokin. Jenis situokin
yang paling berhubungan dengan patogeninesis SLE meliputi TNF-α, IFN- α, dan IL-12, IL-4,
Il-10, !L-6. Selain itu beberapa imun sitokin bawaan seperti Proliferation inducing ligand (APRIL)
dan B-cell activating factor (BAFF)
yang diproduksi oleh sel APC seperti monosit, makrofag, dan sel dendritik
merupakan faktor faktor yang penting dalam patogenesis SLE.
B cell activating factor (BAF) dan APRIL adalah
dua sitokin dari kelompok TNF. Peranan dari BAF dan SLE dalam patogenesisnya
sebenarnya belum diketahui secara pasti . serum level APRIL diketahui melalui
beberapa pengujian meningkat pada fase aktif dari SLE dan beberapa peneliti
menyimpulakn bahwa meningkatnya kada dari APRIL merupakan pertanda dari adanya
aktivitas SLE.
TNF-α plasma level juga meningkat pada pasien
dengan penyakit SLE, TNF –α menyebabkan peningkatan autoantibodi dan
eksaserbasi SLE dengan menginduksi sitokin proinflamatori seperti IL-1 dan
IL-6.
Plasma level dari IFN-α juga meningkat pada
kondisi SLE, sitoki ini berhubungan dengan aktivitas SLE dan produksi sntibodi.
Interferon alfa menginduksi lupus like syndrome terhadap pasien yang menjalani
terapi malignansi dengan menggunakan interferon alfa.
IL-17 yag merupakan sitokin pri inflamatori
mempunyai peranan yang penting dalam regulasi inflamasi pada SLE. Pada pasien
lupus serum level dari interleukin ini meningkat secara signifikan, selain itu
interleukin-17 secara signifikan menginduksi proliferasi sel B dan produksi
antibodinya.IL-10 juga mempunyai peranan dalam SLE, sitokin ini menstimulasi
aktivitas, proliferasi, dan disparsiti pada sel b. IL-10 juga menyebabkan
penurunan apoptosis pada sel B autoreaktif selain itu juga menyebabkan
peningkatan pada produksi autoantibodi.
Serum plasma Interleukin-21 meningkat pada pasien
SLE. Interleukin-21 diproduksi dari sel Th folikular. Interleukin-21 memicu
diferensiasi dan evolusi pada sel Th dan menstimulasi prodksi antibodi pada sel
B autoreaktif.
2.
Sitokin dengan MS
(Multiple Schlerociss)
Pada MS, sitokin yang
terlibat dalam patogenesisnya adalah IL-17, IL-23. IL 23 merupakan sitokin yang
dapat menginduksi pembentukan sitokin lain, yaitu sitokin IL-17. IL-23 dapat
menyebabkan peubahan kemokin reseptor pada sel T, saah satunya adalah kemokin
reseptor 6. IL-3 bersama limfosit Th-17 juga menyebabkan terjadinya inflamasi
dan terjadinya lesi.
Pada MS terjadi
ketidakseimbangan antara sitokin proinflamatori dan sitokin antiinflamatori.
Level dari sitokin Th-1 yang merupakan sitokin proinflamatori pada pasien yang
menderita MS sangat tinggi. Namun, pada pasien yang menjalani terapi dan masuk
fase penyembuhan, sitokin Th-2 yang merupakan sitokin antiinflamatori,
jumlahnya mulai meningkat.
3.
Sitokin dengan
Myastenia Gravis
MG adalah penyakit
autoimun inflamatori pada neuromuskular. Pada sebuah penelitian menggunakan 43
pasien MG, diketahui bahwa serum level dari proliferasi inducing ligant
(April), IL-19, IL-20, IL-28A dan IL-35 meningkat secara signifikan
dibandingkan dengan orang sehat. Ada
analisis klinis subtipe MG, April dan IL-20 meningkat pada pasien dengan
MgGonset lambat, sedangkan IL-28A meningkat pada pasien dengan tiomoma
associated MG. hasil dari penelitian lain menujukan bahwa pada pasien MG,
jumlah dari sitokin antiinflamatori dan sitokin proinflamatori tidak terkontrol
jumlahnya.
Level serum IL-17
mengalami peningkatan pada MG dan jumlahnya berbanding lurus dengan tingkat
keparahan penyakit ini. sedangkan level serum dari IL-22 menurun. Walaupun
sitokin-sitokin yang berperan dalam patologis MG telah dketahui, namun
mekanisme pasti dari sitokin ini dalam mempengaruhi MG belum diketahui secara
pasti.
4.
Sitokin dengan Diabetes
Melitus Tipe I
Beberapa
faktor meliputi faktor genetik dan kehadiran autoantibodi terlibat dalam DM
tipe I. fungsi dari sel T autorektif dan kereaktifan mereka pada DM tipe 1 sebenarnya
belum terlalu dipahami. Sitokin mempunyai pengaruh besar terhadap fungsi
imunolgi, inisiasi dan perkembangan penyakit DM tipe I. banyak data yang
mengindikasikan bahwa peranan penting dari limfosit dan makrofag dalam
perusakan sel B pankreas sehingga terjadi pengurangan produksi insulin.
Perusakan dari sel B pankreas diakibatkan meningkatnya ekspresi dari sitokin
proinflamatori seperti IL-1, TNF- α,
dan IFN- α.
Selain
itu, ketika sel B melepaskan protein insulin, protein tersebut akan terabsorpsi
oleh APC pada pulau Langerhans dan akan ditransformasikan menjadi antigen
peptida, hal ini menginduksi sekresi dari IL-1 dan TNF oleh APC dan augmentasi
dari sinyal kostimulasi, yang akan menginduksi ekspresi dari gen limfokin pada
Th limfosit dan sntesis IFN- ɣ. IFN- ɣ akan menstimulasi kembali sekresi IL-1
dan TNF. Peningkatan dari produksi IL-1 sitotoksik terhadap sel B pankreas,
karena IL 6 mnginduksi produksi radikal bebas dalam pulau Langerhans.
Dapat
disimpulkan bahwa sitokin-sitokin seperti IL-1, TNF-α, dan IFN-ˠ dapat mengganggu produksi dari insulin
oleh sel B pankreas.
DAFTAR
ISI
Hasheminia,
Sayed dkk. 2017. Cytokine Gene Expression
in Newly Diagnosed Multiple Sclerosis Patients. Iran : Tehran Univercity of
Medical Sciences (diakses, 19 Desember 2016)
Zvezdanovi,
Lilika dkk. 2016. . The Significance Of Cytokines In Diagnosis Of Autoimmune Diseases.
Serbia : Centre of Medical
Biochemistry (diakses, 19 Desember 2016)
JM, Dayer ,dkk. 1986. Human
recombinant interleukin 1 stimulates collagenase and prostaglandin E2
production byhuman synovial cells. J Clin Invest (diakses, 19 Desember 2016)
A,Rabinovitch. 1998. An update on
cytokines in the pathogenesis of insulin-dependent diabetes mellitus. Diabetes Metab Rev ; (diakses, 19 Desember 2016)
MA, Atkinson MA, dkk. 1994. The
pathogenesis of insulin-dependent diabetes mellitus. N Engl J Med (diakses, 19
Desember 2016)
Soeroso, Admadi. 2007. Sitokin. Fakultas Kedokteran. Surakarta : Universitas Sebelas Maret (diakses,
19 Desember 2016)
Madonna, Vera. 2015. Kadar Sitokin Interleukin-17 Dalam Serum Pasien Psoriasis Dan Hubungannya
Dengan Keparahan Penyakit. Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam
Malik Medan. (diakses, 19 Desember 2016)
Djamal, N.Z. 1999. Peran Sitokin
dalam Patogenesis Berbagai Kelainan Mukosa Mulut. Jurnal Kedokteran Gigi
Universitas Indonesia (diakses, 19 Desember 2016)
CF, Verge. 1996. Prediction of type
1 diabetes in first--degree relatives using a combination of insulin, GAD, and
ICA512bdc/IA-2 autoantibodies. Diabetes (diakses, 19 Desember 2016)
VK , Kuchroo, dkk. 2002. Cytokines
and Autoimmune Diseases. Humana Press Inc. Totowa, NJ (diakses, 19 Desember 2016)
No comments:
Post a Comment